AMLAPURA, BALIPOST.com – Guna mendukung proses belajar mengajar di SDN 1 Tiyingtali pihak sekolah mulai membangun wewarungan sebagai pengganti tenda darurat yang di bangun Disdikpora Karangasem akibat semua gedung bangunan rusak di guncang gempa beberapa waktu lalu.
Hanya saja, dalam pembangunan itu, pihak sekolah masih mengalami sedikit kendala karena kekurangan bahan baku bambu. Kepsek SDN 1 Tiyingtali, Sang Putu Swandiyasa, Selasa (28/8), mengungkapkan, proses pembangunan wewarungan memang sudah dilakukan oleh pihak sekolah. Hanya saja, masih kekurangan bahan baku bambu untuk melanjutkan pembangunan tersebut.
“Wewarungan sudah berdiri di halaman sekolah. Tapi kita masih kekurangan bambu. Kita masih kurang sekitar 100 batang bambu lagi. Sementara untuk kelangsah (daun kelapa yang dianyam) kita belum tahu kurang berapa lagi,”ungkapnya.
Swandiyasa menambahkan, mengingat masih banyak kekurangan bambu, maka pihak sekolah bakal terus mengupayakan agar ada bambu agar pembangunan bisa dilanjutkan. Caranya dengan cara akan mencari ke kebun miliknya bersama guru yang lainnya. Kalau memang dari kebun masih belum mencukupi untuk, maka pihaknya akan mencari jalan lain dengan cara membeli bambu.
“Kita akan lakukan upaya semaksimal mungkin agar prmbangunan wewarungan bisa dilanjutkan. Dan apapun akan kita lakukan agar anak-anak bisa segera dapat tempat belajar yang lebih layak. Dengan begitu anak-anak bisa belajar secara maksimal. Kita optimis wewarungan akan segera selesai,”ujarnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pasca semua gedung tidak difungsikan untuk menjalani proses belajar mengajar. Karena selama ini siswa belajar di tenda darurat yang di diberikan Disdikpora. Atas kondisi itu, pihaknya bakal segera membangun wewarungan sebagai tempat pengganti tenda untuk belajar siswa. Dimana siswa tidak efektif belajar di tenda karena panas.
Sehingga perlu dibangun wewarungan agar siswa tidak lagi merasa kepanasan saat belajar dan dapat lebih efektif mengikuti proses belajar mengajar. Karena selama ini kasihan siswa belajar di tenda dengan kondisi yang tidak memungkinan. Sehingga proses belajar mengajar menjadi kurang maksimal. (eka prananda/balipost)