Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Pimpinan DPRD Provinsi Bali menandatangani KUA-PPAS Provinsi Bali 2019 di ruang rapat gabungan Kantor DPRD Provinsi Bali, Selasa (28/8). (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penandatanganan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019 diwarnai “drama”, Selasa (28/8). Tepat sebelum penandatanganan dilakukan oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan pimpinan DPRD Bali, dua anggota Fraksi Panca Bayu yakni I Wayan Kari Subali dan Nyoman Tirtawan mengajukan interupsi.

Keduanya sama-sama tidak terima ada pemangkasan alokasi hibah yang difasilitasi dewan. Padahal dari pernyataan Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama, seluruh fraksi telah sepakat hibah dipasang Rp 250 miliar (bukan Rp 258 miliar) dari usulan awal Rp 374 miliar.

Dalam hal ini, jatah hibah masing-masing dewan disetujui untuk dipangkas dari Rp 6 miliar menjadi sekitar Rp 4 miliar. Bahkan ada surat kesepakatan yang ditandatangani oleh pimpinan dan ketua fraksi dari partai diluar PDIP termasuk Ketua Fraksi Panca Bayu, I Kadek Nuartana.

Sementara menurut duo Partai Nasdem ini belum pernah ada pembahasan di internal Fraksi Panca Bayu. “Saya salahkan yang memutuskan itu. Saya tidak salahkan Ketua Fraksi saya. Saya tidak setuju (dipangkas, red) dan ngotot di Rp 6 miliar. Tahu-tahu semua fraksi memutuskan Rp 4 miliar, saya dibilang kalah. Kan tidak bisa saya terima dan itupun tidak ada deal, tidak ada apa,” ujar Kari Subali.

Baca juga:  Perkiraan Terburuk, Lonjakan Kasus COVID-19 Lampaui 400 Persen Sampai Maret 2022

Menurutnya, keputusan itu sama saja dengan memotong hak politiknya. Kari Subali juga sempat mengancam untuk membawa Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra ke meja hijau.

Sebab, dirinya mencium ada kongkalikong pada saat pembahasan rancangan KUA dan PPAS. Semua pihak yang terlibat juga akan dilaporkan ke KPK. “Saya akan bongkar, tunggu tanggal mainnya. Saya tidak takut, kalau saya bongkar saya akan ikut dihukum disana. Biar mendekam sama-sama,” ancamnya.

Kendati terus protes, namun KUA dan PPAS akhirnya tetap ditandatangani. Sebelumnya, pembahasan rancangan KUA dan PPAS antara legislatif dan eksekutif di Pemprov Bali memang cukup alot. Terlebih setelah ada surat edaran dari Menteri Dalam Negeri agar KUA dan PPAS juga mengakomodasi visi dan misi serta program prioritas gubernur dan wakil gubernur terpilih.

Gubernur terpilih Wayan Koster sendiri butuh anggaran Rp 258 miliar untuk pembangunan shortcut di ruas jalan Mengwitani-Singaraja, sehingga sempat akan memangkas anggaran hibah menjadi Rp 116 miliar. Fraksi-fraksi di luar PDIP sampai menggelar rapat tersendiri.

Baca juga:  Naikkan Harga Jelang Hari Raya, Polda akan "Sikat" Mafia Pangan

Akhirnya didapat titik temu yang tertuang dalam surat kesepakatan. Salah satunya, menyetujui anggaran hibah sebesar Rp 250 miliar. Atau jika tidak, maka akan mengusulkan kembali Rp 374 miliar dan mengambil keputusan dengan mekanisme votting.

Diwawancara terpisah, Sekda Provinsi Bali sekaligus Ketua TAPD Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan, mekanisme pembahasan di DPRD Bali merupakan urusan internal dewan dan eksekutif tidak ikut campur. Perbedaan pendapat yang ada merupakan hal biasa dalam demokrasi. “Jangan mengatakan Pak Kari Subali tidak setuju. Beliau berbeda pendapat. Tetapi kan dewan sebagai sebuah lembaga sudah mengambil keputusan. Eksekutif kan tidak mengambil keputusan tadi,” ujarnya menyikapi ancaman pelaporan dari Kari Subali.

Sementara itu, pendapatan daerah dalam KUA-PPAS diproyeksikan sebesar Rp 4,878 triliun. Rinciannya, pendapatan asli daerah Rp 3,416 triliun, dana perimbangan Rp 1,415 triliun, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 46,838 miliar. Belanja daerah diproyeksikan Rp 5,242 triliun yang terdiri dari belanja tidak langsung Rp 3,490 triliun dan belanja langsung Rp 1,752 triliun dengan defisit Rp 363,49 miliar atau 7,45 persen.

Baca juga:  Pengamanan Pemilu, Ini Sanksi Anggota yang Mengeluh dan Tak Tugas

Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali, I Made Santha mengatakan, Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 1 triliun masih belum masuk dalam KUA-PPAS. Itu sebabnya, proyeksi anggaran pendapatan dan belanja jauh lebih rendah dari APBD 2018.

Kepastian mengenai anggaran DAK masih menunggu surat dari Kementerian Keuangan. DAK sendiri sudah ada peruntukannya dan tidak boleh dibelanjakan tersendiri. Umumnya diperuntukkan untuk infrastruktur. “Kalau sudah ada surat edaran dari pusat, baru kita berani memasukkan. Kita juga tidak tahu berapa DAK kita sekarang. Biasanya nanti September-Oktober sudah ketemu, baru dimunculkan,” ujarnya.

Untuk menutupi defisit dari aspek pendapatan di 2018, Santha melihat pendapatan dari Pajak Kendaraan Bermotor sudah mulai melampaui target. Sesuai asumsi ekonomi normal, PKB mestinya bisa tercapai di angka 102-103 persen.

Pasalnya, perhitungan dalam perencanaan pendapatan sudah realistis sesuai dengan potensi. Pihaknya berharap dalam triwulan terakhir tidak lagi ada erupsi gunung agung yang bisa mempengaruhi pendapatan daerah seperti tahun lalu. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *