DENPASAR, BALIPOST.com – Penyaluran kredit belum merata di Bali. Pasalnya, daya serap masyarakat masih rendah.
Terdapat tiga wilayah yang serapan kreditnya terbanyak. Rinciannya di Kota Denpasar 54,5 persen, Kabupaten Badung 14,4 persen dan Buleleng 8,39 persen.
Kepala OJK Regional Bali Nusa Tenggara Hizbullah mengatakan, penyaluran kredit di Bali sebesar Rp 83,9 triliun. “Penyaluran kredit terbesar ada di Kota Denpasar karena Denpasar yang paling banyak kegiatan bisnisnya,” ujarnya.
Kedua Kabupaten Badung sebesar 14,4 persen karena pusat industri wisata. Buleleng 8,39 persen. Sedangkan pertumbuhan kredit di Bali terbesar ada di tiga kabupaten yaitu Buleleng tumbuh 16,55 persen setahun, Kabupaten Klungkung 10,68 persen, Kabupaten Bangli 7,69 persen.
Sementara lapangan usaha penerima kredit terbanyak adalah konsumtif (ukan lapangan usaha) yaitu 38,06 persen. Biasanya kredit konsumtif untuk KPR. Sektor kedua adalah perdagangan besar dan eceran yaitu 31,62 persen, akamin 8,9 persen. Sehingga penyaluran kredit ke sektor produktif rendah.
Daya serap penyaluran kredit yang rendah karena ekonomi Bali belum sepenuhnya pulih. Akibat dari erupsi Gunung Agung. Di samping itu adanya bencana gempa bumi yang terjadi di Lombok juga mempengaruhi perekonomian di Bali. Dampak lain yang menyebabkan daya serap kredit rendah adalah dampak dari ekonomi global yaitu persaingan dagang antara Amerika dan Cina.
Tidak meratanya penyerapan kredit di Bali juga diiringi dengan pembukaan kantor cabang bank. “Kalau bank membuka cabang di suatu daerah dia harus berdasarkan studi kelayakan yang disampaikan ke OJK. Apa yang mau dilayani,” ungkapnya. Jika di daerah tersebut tidak ada sektor atau lapangan usaha yang dibiayai, maka tidak ada bank yang mau buka cabang di wilayah tersebut.
“Kami mau sekali membiayai kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Kami juga sempat mengundang Kadis se-Bali. Kami minta data usaha kecil yang bisa dibiayai. Jadi kami bukan engga mau, tapi memangbdaya serap kreditnya belum meningkat,” ugkapnya.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8 persen lebih sedangkan kredit tumbuh 4,4 persen. Sehingga tidak terserapnya kredit membuat dana-dana DPK, setengahnya ditanam di luar Bali. “Bagi Bali engga bagus. Harusnya ada kegiatan ekonomi yang bisa menyerap itu,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)