Susila usai menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) RSU Mangusada, Badung, dengan terdakwa I Made Susila, Rabu (29/8) dengan agenda menghadirkan saksi meringankan ditunda. Terdakwa bersama kuasa hukumnya belum siap dengan saksi meringankan, sehingga sidang tidak dilanjutkan.

Sementara itu, melalui kuasa hukumnya bahwa terdakwa Susila berniat baik untuk mengembalikkan kerugian keuangan negara. Hanya saja soal jumlah real yang mesti dibayar belum bisa dijelaskan secara gamblang.

Persi jaksa, sebagaimana disampaikan JPU Wayan Suardi, bahwa total kerugian keuangan negara dalam perkara ini adalah Rp 6,2 miliar setelah dihitung pajak dan diberikan ke pihak Direktur PT MMI (Mapan Medika Indonesia). “Dan setelah dikurangi karena dibagi ke MMI, sisanya tinggal Rp 5,4 miliar. Nah sisa inilah rencananya akan dibayar terdakwa dalam bentuk aset,” ucap JPU Suardi.

Baca juga:  Dipertanyakan, Iklan Branding di Pantai Sanur

Karena berupa aset, majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila sempat menawarkan untuk memakai appraisal atau harga perkiraan sementara, untuk mengecek nilai aset terdakwa.

Pihak jaksa sepakat soal appraisal karena tidak bisa dilakukan eksekusi langsung jika aset terdakwa dipakai jaminan untuk menutupi kerugian keuangan negara. Di satu sisi, bahwa pengembalian ini dirasa penting karena akan berpengaruh pada tuntutan jaksa. “Yang jelas ada niat terdakwa dulu untuk mengembalikkan kerugian keuangan negara,” jelasnya.

Sebelumnya dijelaskan jaksa, kasus ini bergulir ketika RS Mangusada Badung, mengadakan pengadaan alat kedokteran, kesehatan, KB, dan kendaraan khusus yang sumber dananya dari APBN 2013. Amprahan itu dikirim ke Menteri Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi Bali sebesar Rp 40.954.098.750. Atas dasar itu, Menteri Kesehatan RI menyetujui Rp 25 miliar untuk RSU Mangusada Badung. Atas dasar itu, Bupati Badung, kata jaksa, melakukan penunjukkan kepada dr. Agus Bintang Suryadi selaku Direktur RSU Mangusada Badung sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan dr. I Made Nurija sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Nurija sendiri sudah dijadikan tersangka dalam perkara ini.

Baca juga:  Soal Reklamasi Teluk Benoa, DPRD Bali Disarankan Buat Rekomendasi

Nurija mempunyai tugas dan tanggung jawab menyusun HPS (harga perkiraan sendiri).
Dan saat itu, ada sembilan unit item barang yang dibutuhkan untuk alat medis. Nah Sukartayasa (sudah divonis bersalah) inilah yang mencari rekanan seolah-olah mendapatkan informasi untuk dipakai acuan HPS dengan menghubungi terdakwa Made Susila. Maksudnya adalah supaya dapat menyiapkan tempat perusahaan untuk kemudian dilakukan survey. Susila kemudian ikut tender. Namun Susila menyampaikan ke Sukartayasa untuk berhubungan dengan I Nyoman Artawan untuk mencari rekanan yang bisa dipakai dasar menyusun HPS.

Baca juga:  Pengadaan Masker Penunjukkan Langsung, Terdakwa Sebut Mestinya Leading Sektornya di Diskes

Sukartayasa kemudian memberikan flashdisk kepada Artawan yang isinya harga jenis-jenis barang alat kedokteran dan kesehatan berkaitan dengan pengadaan alkes di RSU Mangusada. Dan, seiring perjalanan proyek tersebut, ada selisih antara realisasi pengeluaran definitif dengan realisasi penerimaan barang yang diterima. Yakni realisasi pengeluaran definitif Rp 19.211.473.636,3 sedangkan realisasi barang yang diterima seharga Rp 12.923.626.782. Jadi ada selisih Rp 6.287.846.854,36. Da nilai selisih Rp 6,2 miliar inilah yang menjadi temuan yang selanjutnya setelah dihitung oleh BPKP Perwakilan Bali menjadi nilai kerugian keuangan negara. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *