JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia saat ini dinilai sedang mengalami ledakan partisipasi politik. Hal itu ditandai dengan keterlibatan aktif masyarakat di tingkat menengah dan bawah dalam kegiatan-kegiatan berisi isu-isu politik.
Penilaian itu disampaikan Pakar Komunikasi Politik Nyarwi Ahmad, PhD, dalam diskusi bertema ‘Penguatan Partisipasi Politik Masyarakat’ di Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (31/8). Pengajar dari Universitas Gajah Mada ini mengatakan ledakan pastisipasi politik tampak dari penggunaan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan lainnya berkaitan dengan konten politik terutama isu mengenai Pemilihan Presiden.
“Penggunaan media sosial di Indonesia termasuk terbesar di dunia. Partai politik harus bisa memanfaatkan ledakan partisipasi politik ini,” saran Nyarwi.
Dia menjelaskan partisipasi politik merupakan substansi atau inti dari demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa partisipasi. “Tagar 2019 Ganti Presiden atau tagar 2019 Tetap Bersaudara, merupakan satu metamorphosis partisipasi politik,” katanya.
Selain melalui interaksi di medsos, partisipasi juga dilakukan antara yang online dan offline, atau antara komunitas media sosial dengan kenyataan (pertemuan fisik). “Ini positif karena partisipasi kelas menengah yang sebelumnya malu-malu sekarang muncul dan menguat. Bahasa-bahasa politik tidak lagi dengan bahasa standar, yang formal, ilmiah. Tapi bahasa visual, seperti meme,” jelasnya.
Dia melanjutkan, pemilu yang menyisakan waktu delapan bulan lagi dan KPU belum membuka tahapan masa kampanye, tetapi nuansanya masyarakat sudah seperti terpola antara yang dukung mendukung calon maupun partai tertentu. “Karena memang ledakan partisipasi politik sangat luar biasa terjadi di Indonesia. Ini harus dimanage. Ledakan partisipasi politik ini bisa positif, artinya partai politik memanfaatkan partisipasi politik, misalnya mengambil peran dalam narasi. Atau menggaet aktor-aktor penting untuk masuk dalam partai politik,” kata Nyarwi yang juga Direktur Presidential Studies – DECODE UGM.
Nyarwi mengaku optimis ledakan partisipasi politik akan memberi dampak positif seperti terlihat dalam aktivitas diskusi, platform politik dan kegiatan lainnya. “Artinya orang peduli dengan dunia politik. Itu sudah satu poin. Karena itu tingkat kepercayaan pada partai politik perlu ditingkatkan. Bonus demografi dan kelas menengah akan membuat riuh perpolitikan,” tegasnya.
Anggota MPR RI Abdul Kadir Karding mengakui partisipasi politik menjadi salah satu ukuran kualitas demokrasi. Kalau partisipasinya besar dianggap demokrasi lebih baik. Tapi kalau partisipasinya rendah maka menjadi lampu kuning bagi demokrasi. Dengan demikian, partisipasi masyarakat bisa menjadi ukuran legitimasi sebuah kekuasaan.
“Saya kira para politisi harus secara cerdas dan kreatif menggunakan instrumen media komunikasi seperti media sosial untuk menggerakan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban memilih. Medsos harus menjadi instrumen,” katanya.
Apalagi 30% pemilih adalah generasi milenial. “Karena itu, kita harus berkampanye dan melakukan pendidikan dengan mengetahui karakter dan harapan generasi ini. Mereka ini mobile, suka internet, yang praktis, berbau hobi, uang cash sudah tidak terlalu tertarik. Ciri-ciri mereka harus dipahami. Mereka juga mudah berpindah. Satu saat bisa ke Jokowi, tapi bisa pindah ke Prabowo,” papar Karding.
Catatan penting Karding adalah generasi milenial mau berpartisipasi kalau kinerja politisi dan DPR baik. Padahal survei menunjukkan tingkat kepercayaan kepada DPR rendah. “Kalau tingkat kepercayaan rendah, kampanye dari politikus tidak laku. Partai politik dan politisi harus meningkatkan kepercayaan masyarakat. Ini secara langsung atau tidak langsung bisa memobilisasi partisipasi masyarakat,” kata Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. (Hardianto/balipost)