DENPASAR, BALIPOST.com – Komisi I DPRD Bali berencana memanggil PT Pelindo III, Senin (10/9) depan. Ini terkait proyek pengerukan alur dan kolam Pelabuhan Benoa yang dilakukan tanpa melalui sosialisasi ke masyarakat. Termasuk hasil pengerukan yang ditimbun dan menyerupai reklamasi.
Selain Pelindo, dewan juga akan mengundang UPT Tahura serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali. “Senin-lah nanti kita akan undang Pelindo terkait perizinan dan amdal,” ujar Ketua Komisi I DPRD Bali I Ketut Tama Tenaya, di Denpasar, Senin (3/9).
Menurut Tama, Komisi I akan menyoroti masalah perizinan proyek yang dilakukan Pelindo. Terlebih dari hasil pertemuan dengan tokoh masyarakat di Tanjung Benoa, Pelindo saat itu belum menunjukkan amdal. Padahal, amdal merupakan dokumen penting menyangkut dampak lingkungan. “Amdal ini siapa yang ngeluarin, karena kemarin menurut info katanya Kabupaten Badung. Makanya ini nanti yang mau kita telusuri, apa Badung atau provinsi. Kalau misalnya langsung dari pusat, kan tidak boleh begitu. Kan hancur daerah ya, kalau semua langsung dari menteri. Nanti kalau ribut di daerah, dia bisa cuci tangan,” jelas politisi PDI-P asal Tanjung Benoa, Badung ini.
Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Bali A.A. Ngurah Adhi Ardhana mengaku setuju jika Pelabuhan Benoa dikembangkan untuk cruise. Pasalnya, wisatawan yang datang akan banyak berbelanja di luar pelabuhan meskipun hanya sebentar atau beberapa jam saja.
Namun, bukan berarti Pelindo lantas membangun hotel atau akomodasi pariwisata lainnya di kawasan Pelabuhan Benoa. “Jangan hotel, karena dia (wisatawan) sudah tidur di kapalnya. Buat apa hotel? Begitu juga tidak perlu membangun tempat pameran dan tempat meeting di sana (Pelabuhan, red). Kalau pelabuhan cruise saya setuju, tapi jangan sampai dijadikan bisnis pariwisata,” ujar politisi PDI-P asal Puri Gerenceng, Denpasar ini.
Menurut Adhi Ardhana, Pelindo mestinya membangun pelabuhan dan pendukung kepelabuhan. Seperti fishing processing, storage atau gudang, dan kepabeanan terkait dengan kapal pesiar.
Di dalam kepabeanan memang wajar ada fasilitas, tetapi itu pun terbatas seperti cafetaria, dan bukan duty free. “Itu saya sudah lihat di seluruh Eropa, tidak ada di dalam suatu pelabuhan ada hotel, ada restoran, yang ada adalah pabeannya. Okelah kita beli minum dan kue, habis itu keluar. Kalau di bandara ada hotel transit, silakan karena sering pesawat tidak jadi terbang. Kalau pesiar, dia tidur di kapalnya. Kecuali kapalnya tenggelam,” tandasnya.
Sebelumnya, Deputy General Affair Pelindo III Cabang Benoo Kariana mengatakan, sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, di daerah lingkungan kerja pelabuhan, dimungkinkan untuk membangun usaha penunjang. Sesuai dengan kondisi yang ada, Pelabuhan Benoa ke depan bisa saja membangun supermarket atau penginapan di kawasan tersebut.
Terlebih, ke depan Pelabuhan Benoa juga dirancang untuk bisa menampung kapal-kapal yacth, kapal pesiar, serta kapal-kapal komersial lainnya. “Jadi sarana penunjang pelabuhan harus ada di luar usaha utama, pelabuhan,” katanya.
Ditanya soal rekomendasi dari pemerintah daerah, seperti Pemkot Denpasar, dikatakan tidak perlu lagi. Karena sudah diambil alih oleh pusat. “Kami terlalu lama menunggu dan tidak ada kejelasan sama sekali. Akhirnya pusat mengeluarkan izinnya,” katanya. (Rindra Devita/balipost)