SEMARAPURA, BALIPOST.com – Lahan pertanian, khususnya di Kabupaten Klungkung belum bisa dilepaskan dari gempuran pupuk dan pestisida kimia. Waktu jangka panjang, tentu berakibat buruk.
Unsur hara secara perlahan akan berkurang dan kualitas tanah menurun. Atas dampaknya itu, petani didorong untuk beralih ke organik.
Penggiat tanaman organik, I Wayan Sulendra, mengungkapkan produksi pupuk organik tidaklah sulit. Bisa memanfaatkan daun gamal, bonggol pisang dan lain sebagainya. Demikian juga dengan pembuatan pestisida hayati bisa memanfaatkan cendawan metarisium dan bauveria.
Salah satunya untuk pengendalian hama wereng. “Pengendalian gunakan nabati dan hayati. Yang lebih bagus hayati karena aman, sesuai dengan konsep alam dan ramah lingkungan. Filosifinya mahkuk hidup harus dilawan dengan mahkuk hidup,” jelasnya disela-sela pelatihan produksi kepada petani di Subak Akah, Desa Akah, Kecamatan Klungkung, Senin (3/9).
Khusus untuk penerapan pupuk organik, di awal hasil panen cukup rendah. Namun, jika dilakukan secara terus menerus, akan muncul hasil memuaskan. “Dengan pertanian sehat, ramah lingkungan, bisa mendapatkan produksi yang sehat dan berkualitas. Juga unggul karena harganya lebih mahal,” sebutnya.
Menurut pria asal Kelurahan Semarapura Klod ini, menciptakan pertanian ramah lingkungan tak lepas dari pola pikir petani. Saat ini masih cukup sulit untuk diarahkan. Sebab sudah sangat lama mengandalkan pupuk kimia. “Masih sangat sulit mengubah pola pikir petani untuk menerapkan pertanian organik. Padahal dengan ini, kesuburan tanah akan lebih bagus baik secara fisik maupun secara kimiawi,” ujarnya.
Di balik misi menyelamatkan lingkungan, produk pertanian organik belum didukung daya beli masyarakat. Masih ada yang menganggap cukup mahal. “Masih banyak yang melihat dari sisi harga. Produk organik belum begitu dilirik,” imbuhnya.
Seorang petani, Wayan Sukra mengaku telah mencoba menggunakan pupuk organik. Dari sisi biaya, jauh lebih murah jika dibandingkan dengan kimia.
Hal tersebut membuat bebannya lebih ringan. “Kalau pakai urea, satu hektar butuh 200 kilo. NPK juga sama. Ini harganya dapat subsidi. Tetapi tetap mahal juga,” tuturnya. (Sosiawan/balipost)