Pembagian air bersih ke warga kekeringan di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi. (BP/dok)

BANYUWANGI, BALIPOST.com – Musim kemarau mulai memicu masalah di Banyuwangi. Sedikitnya 14 desa di Kabupaten ini terancam krisis air bersih. Desa-desa tersebut tersebar di beberapa kecamatan. Kondisi terparah di Kecamatan Wongsorejo. Krisis air bersih ini merupakan fenomena tahunan setiap musim kemarau.

Di Kecamatan Wongsorejo, sedikitnya 4 desa yang mengalami kekeringan parah. Krisis airnya juga mengkhawatirkan. “ Ini memang fenomena tahunan. Setiap musim kemarau, krisis air melanda,” kata Kabid Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi Eka Muharam, Jumat (7/9).

Baca juga:  Polda Metro Jaya Amankan Dua Pembawa Sajam Saat Demo Mahasiswa

Di kecamatan ini, lanjut Eka Muharam, pihaknya sudah mengerahkan pasokan air bersih secara bergilir. Khususnya, daerah yang paling parah. Jumlah air bersih yang diberikan tak terbatas. Sehingga, masyarakat setempat tak perlu khawatir dengan pasokan air.

Selain Wongsorejo, lanjut Eka, kecamatan lain yang rawan krisis air, masing-masing Tegaldlimo (5 desa), Bangorejo (3 desa) dan Tegalsari (2 desa). Sehingga, total sebanyaak 14 desa yang rawan krisis air.

Khusus kecamatan di luar Wongsorejo, kata dia, suplai air bersih belum terlalu mendesak. Sebab, di daerah tersebut masih terdapat sumber mata air yang bisa dimanfaatkan warga. Hanya, debitnya mulai berkurang. Sehingga, rawan krisis air bersih. “Selama ini, desa-desa tersebut mengandalkan pasokan air bersih dari bawah tanah. Sehingga, ketika musim kemarau, debit air pasti terganggu,” jelasnya.

Baca juga:  ITdBI 2017 Ajang Pertarungan Lima "Climber" Nasional

Meski begitu, lanjut dia, seluruh daerah yang rawan air bersih tetap mendapatkan perhatian serius. Eka menjamin stok pasokan air bersih yang disiapkan sangat mencukupi. “ Kami siapkan berapapun kebutuhan pasokan air,” tegasnya.

Menurutnya, musim kemarau yang disertai krisis air bersih sudah ditetapkan sebagai tanggap darurat oleh Bupati Banyuwnagi. SK Tanggap Darurat, kata dia, sudah diteken Bupati sejak 1 September 2018,berlaku selama dua bulan. Tanggap darurat ini berpotensi diperpanjang hingga November.” Kemungkinan bisa molor tanggap darurat ini. Sebab, puncak kemarau baru terjadi Oktober,” jelasnya.

Baca juga:  Bangun Desa, Presiden Ingatkan Jangan "Belanja" ke Kota

Meski begitu, masyarakat tak perlu resah dengan kondisi ini. Sebab, tidak semua daerah di Banyuwangi mengalami kekeringan parah. (udi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *