DENPASAR, BALIPOST.com – Kisruh rencana pembukaan mulut kanal di Serangan, belum juga berakhir. Masing-masing pihak (nelayan dan PT BTID) masih tetap pada keputusannya. Sejumlah pertemuan yang dilakukan juga tak mampu mengambil keputusan yang memuaskan kedua belah pihak. Demikian pula pertemuan yang dilakukan, Jumat (7/9) di Kantor Camat Denpasar Selatan, belum ada keputusan apa pun.
Apalagi, dalam pertemuan yang dipimpin Camat Densel I Wayan Budha, tanpa dihadiri pihak PT BTID. Mengakhiri persoalan ini, mengemuka usulan agar Pemkot Denpasar melalui Wali Kota agar turun tangan. Peran pemkot tidak hanya sebatas memediasi semata. Namun, harus mampu lebih jauh, agar persoalan ini tidak berlarut-larut. “Saya berharap peran pemkot lebih dari sekedar mempasilitasi. Rencana membentuk tim harmonisasi tiga bulan lalu, juga
tak kunjung terealisasi. Seharusnya dibuat lembaga ad hoc, kalau sudah selesai, lembaga itu juga bubar,” ujar salah seorang warga Serangan, Yoga Segara dalam pertemuan kemarin.
Yoga Segara berharap kasus ini bisa menjadi momentum untuk semua pihak terbuka. Khususnya terbuka atas data yang dimiliki. Karena selama 28 tahun, masyarakat Serangan sepertinya beratem sendiri. Belum lagi dengan investor. “Pemkot harus bisa menjadi saye (istilah dalam sambung ayam,red), lebih dari sekedar memfasilitasi. Ini persoalan
lama dan tidak mudah untuk diurai. Momentum untuk buka-bukaan masalah
data, yang dimiliki semua pihak,” ujar Yoga.
Hal senada juga diungkapkan Kapolsek Denpasar Selatan Kompol Nyoman Wirajaya. Menurutnya, pihak-pihak atau lembaga yang mengeluarkan izin perlu ada intervensi dalam kasus ini. Karena tanpa ada intervensi dari lembaga terkait, persoalan ini tidak akan ada hasil. “Perlu pendekatan ke atas. Yang mengeluarkan izin perlu ada intervensi. Bila
mentok, bisa dibawa ke pengadilan, sehingga tidak terjadi benturan di masyarakat. Kita tidak mau masyarakat terus menerus berjaga. Ini tidak bagus,” ujar Kapolsek.
Ungkapan senada juga disampaikan Kabid Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang (PUPR) Denpasar I Gede Cipta Sudewa. Menurutnya,
lahan di ujung kanal itu putih, statusnya sama dengan daerah sempadan
pantai. Tidak diakui sebagai daratan. Karena itu, untuk mengakhiri
masalah ini perlu dilakukan pendekatan antara desa adat dengan BTID.
Namun, kalau mau menguji izin yang sudah keluar, bukan ranahnya di
sini. “Itu bisa diselesaikan di pengadilan. Karena sudah ada master
plant, amdal, dan sebagainya,” ujarnya.
Di sisi lain, Made Teja, dari Dinas Lingkungan Hidup Prov.Bali mengungkapkan hanya bisa menyampaikan informasi secara global. Sesuai dengan UU No 23 tahun 2014, provinsi hanya bisa mengeluarkan amdal saja. Amdal ini diperlukan agar pembangunan yang dilakukan agar layak lingkungan. Artinya, di kawasan itu akan ada jalan, ada kanal, ada pura, ada pantai, ada sempadan. Karena itulah akhirnya keluar amdal. “Kalau dilihat dari izinnya, kanal itu memang terbuka,” katanya. (asmara/balipost)