JAKARTA, BALIPOST.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi kesempatan kubu pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno melakukan koreksi atas Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Serentak 2019. Meskipun lembaga penyelenggara pemilu tersebut telah menetapkannya.
Terdapat 25 juta pemilih ganda ditemukan setelah kubu Prabowo-Sandi menganalisa sekitar 137 juta Data Pemilih Sementara (DPS) yang diberikan KPU pada 12 Juli 2018 lalu. Ferry Mursyidan Baldan dari kubu Prabowo-Sandi mengingatkan apabila persoalan ini tidak tuntas maka akan menjadi masalah di kemudian hari.
“Ada kemungkinan potensi duplikasi data dan data fiktif, maka KPU harus menyiapkan langkah antisipasinya,” ujar Ferry di Jakarta, Jumat (7/9).
Sejatinya KPU akan sangat mudah menetapkan DPT dengan menggunakan NIK, bahkan mereka yang akan ber usia 17 Tahun pada April 2019 nanti, termasuk perkawinan yang menjadi syarat sebagai pemilih. Tetapi menurut anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Sandi ini, karena belum tuntasnya program e-KTP menyebabkan penyusunan dan penetapan DPT masih menggunakan mekamisme manual.
Kendati demikian, ada beberapa hal yang bisa dilakukan KPU bersama partai politik peserta pemilu menuntaskan persoalan ini sebelum menuju tahapan selanjutnya yaitu proses Pengadaan logistik Pemilu. “Menutup ruang terjadinya potensi manipulasi data pemilih jauh lebih penting dan strategis, karena ini menyangkut legalitas hasil pemilu. Pengabaian hal ini berpotensi pada rusaknya tatanan bernegara, dan akan memperpuruk bangsa ini pada kondisi yang tidak kita harapkan,” ujarnya.
Untuk itu, ada sejumlah langkah yang diusulkan Ferry kepada KPU untuk menuntaskan persoalan ini. Antara lain pertama, melakukan proses konfirmasi dan ricek data yang disampaikan oleh peserta pemilu terhadap DPT yang sudah ditetapkan secara bersama dengan peserta pemilu melalui teknologi yang dimiliki KPU. “Dengan perangkat IT yang ada akan mudah hal itu dilakukan,” ujarnya.
Kedua, jika benar ditemukan ada pemilih ganda dan terjadi koreksi, maka seketika pula KPU harus melakukan pembetulan DPT. “Proses ini dilakukan sampai batas waktu yang disepakati, untuk memberi ruang bagi KPU dlm pengadaan logistik,” imbuhnya.
Ketiga, segera dikeluarkan Peraturan KPU (PKPU) sebagai tindakan atau langkah yang harus dilakukan jika menjelang hari H pelaksanaan pemilu masih ditemukan kemungkinan pemilih ganda atau fiktif. Misalnya dengan mencoretnya dari DPT di tingkat KPPS.
Proses pencitraan ini, perlu ditetapkan sesuai dengan kesepakatan antara KPU dengan peserta pemilu, misalnya disepakati sampai 14 atau 10 hari sebelum Hari H pelaksanaan pemilu. Dan logistik (surat suara) yang sudah tercetak dimusnahkan di tingkat PPK. “Ini sebagai langkah antisipasi, hal ini penting dilakukan karena sejatinya pemilu adalah Simbol Peradaban Bangsa Indonesia, dan kita sebagai Peserta Pemilu ingin membantu KPU untuk memyelenggarakan Pemilu secara bersih, benar dan berkualitas,” tegas mantan Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) ini. (Hardianto/balipost)