TABANAN, BALIPOST.com – Pelemahan rupiah terhadap dollar kerap diasumsikan denga adanya peningkatan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia. Logikanya, biaya berwisata menjadi lebih murah.
Namun, pelemahan kurs rupiah terhadap dollar bukan faktor utama yang berpengaruh pada peningkatan datangnya wisman ke Indonesia. Kondisi ini diungkapkan sejumlah praktisi pariwisata di Tabanan.
Manager DTW Jatiluwih, I Nengah Sutirtayasa, mengungkapkan, memang banyak kalangan berasumsi ketika rupiah melemah akan mampu menarik wisman untuk datang ke Indonesia. Pada kenyataannya, pelemahan rupiah ternyata tidak signifikan berdampak pada peningkatan kunjungan wisatawan.
Sebab, naik-turunnya angka kunjungan wisatawan tidak sepenuhnya mengacu pada kurs rupiah, tetapi juga faktor lain seperti low-season, high-season, dan peak-season. “Faktor-faktor ini lebih berpengaruh signifikan dibandingkan pelemahan rupiah terhadap dollar AS,” ujarnya.
Faktor lain yang berpengaruh adalah kondisi alam dan keamanan suatu daerah. Menurut Sutirtayasa, pada Agustus biasanya DTW Jatiluwih mendapatkan kunjungan 1.600 orang.
Namun kunjungan ini menurun drastis saat adanya erupsi Gunung Agung pada Agustus 2017. Kunjungan pada waktu itu turun menjadi rata-rata 600 kunjungan per hari.
Dengan mulai stabilnya kondisi Gunung Agung membuat kunjungan ke DTW juga mulai mengalami peningtakan. Tahun 2018 ini di Agustus, kunjungan rata-rata mencapai 1.000 kunjungan per hari.
Hal serupa juga diungkapkan, Manajer DTW Tanah Lot, Ketut Toya Adnyana. Menurutnya di tengah tren pelemahan rupiah terhadap dollar AS, dampaknya tidak signifikan terhadap angka kunjungan wisman.
Itu terbukti dari, angka kunjungan rata-rata ke DTW Tanah Lot yang stabil antara 7 ribu-8 ribuan per hari. “Posisi tersebut tidak mengalami perubahan, karena memang naik-turunnya angka kunjungan tidak sepenuhnya mengacu pada kurs, namun lebih berpatokan pada kondisi alam dan musim liburan yang ada,” ujarnya. (Wira Sanjiwani/balipost)