Aktivitas di perairan Benoa. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster memastikan tidak akan ada pembangunan hotel dan fasilitas pendukung lainnya di kawasan pelabuhan Benoa. Utamanya di atas lahan hasil pengerukan alur dan kolam yang menyerupai reklamasi. Koster bahkan mengaku sudah berkoordinasi dengan Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan dan Manajemen Pelindo di Bali.

“Yang akan kami dorong adalah supaya ditanami lagi mangrove disana atau sesuatu yang membuat Teluk itu menjadi indah. Tidak akan ada bangunan hotel, sudah ada jaminannya,” tegasnya saat ditemui di DPRD Bali, Senin (10/9).

Baca juga:  Di Denpasar, Akta Kelahiran hingga KTP Kini Bisa Cetak Sendiri

Menurut Koster, hasil pengerukan alur dan kolam Pelabuhan Benoa masih berada di wilayah Pelindo. Mengingat, Pelindo memang memiliki otoritas tersendiri yang diatur dalam Perpres. Sebelumnya pengerukan dilakukan untuk memperdalam alur sehingga kapal-kapal besar bisa merapat di Pelabuhan Benoa. Disamping karena proses sedimentasi berlangsung sangat cepat disana.

“Karena sekarang ada pertemuan (IMF-World Bank Annual Meeting, red), itu (hasil pengerukan) ditata, dirapikan, tapi dipastikan itu tidak akan ada bangunan apa-apa,” jelasnya.

Baca juga:  Gaet 5 Juta Wisman, Ini Strategi Bali di 2024

Sebelumnya, Komisi I DPRD Bali berencana memanggil Pelindo dan instansi terkait lainnya pekan ini. Namun, pemanggilan kemungkinan ditunda hingga minggu depan karena dewan saat ini tengah bersiap untuk membahas rancangan APBD Perubahan 2018.

Anggota Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Adnyana mengatakan, pihaknya ingin mengetahui sejauh mana kewenangan dari otoritas Pelindo. Kemudian aturan teknis terkait pengerukan alur dan kolam Pelabuhan Benoa, berapa lama kegiatan itu dilaksanakan, berapa luas hasil pengerukan, dan seperti apa pemanfaatannya nanti. “Kita belum tahu persis, belum jelas,” ujar Politisi PDIP asal Bangli ini.

Baca juga:  Ambisi Jadi Pusat Pengembangan Kendaraan Listrik, Bali Jadi Pilot Project

Menurut Adnyana, pengerukan bisa dihentikan kalau memang dilakukan diluar kewenangannya. Termasuk jika ada peralihan fungsi dari pengelola pelabuhan menjadi destinasi wisata. Sebab, hal itu akan menimbulkan persaingan dengan pengusaha pariwisata yang sudah ada hingga masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari usaha di bidang pariwisata.

“Meskipun itu di kawasan otorita, (alih fungsi ke destinasi wisata, red) bisa dihentikan. Kenapa tidak?! Itu kan bisa dikatagorikan pelanggaran,” imbuhnya.(rindra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *