MANGUPURA, BALIPOST.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar pertemuan antar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban se-Asia Tenggara ke-3 di Kuta, Badung, Rabu (12/9) hingga Kamis (13/9). Dari pertemuan ini, LPSK berharap tersusunnya Standard Operating Procedure (SOP) Jaringan Kerja Sama Perlindungan Saksi dan Korban di negara-negara kawasan Asia Tenggara.
Selain itu tersusunnya rencana kerja dua tahunan, khususnya dalam fokus layanan terhadap korban tindak pidana terorisme. “Sejak tahun 2014, institusi penanggung jawab aktivitas perlindungan saksi dan korban negara-negara di kawasan Asia Tenggara bersepakat membentuk forum kerja sama dalam wadah Jaringan Lembaga Perlindungan Saksi se-Asia Tenggara,” kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai.
Semendawai menambahkan, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN Meeting Group itu secara bersama mengadakan pertemuan setiap tahunnya. Tujuannya membahas berbagai isu yang menonjol terkait dengan aksi dan program perlindungan serta pemenuhan hak-hak saksi dan korban tindak pidana.
Tahun 2018 ini, pertemuan difokuskan pada tema Kerja Sama Antarnegara dalam Penanganan Korban Tindak Pidana Terorisme. “Tema ini dipilih karena terorisme saat ini dan ke depan menjadi isu penting, tidak hanya terjadi di negara tertentu, namun dimungkinkan juga terjadi di negara di kawasan Asia Tenggara,” ujarnya.
Selain itu, Semendawai mengungkapkan, Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah menghadapi serangan terorisme. Beberapa kali serangan terorisme terjadi di negeri ini, salah satunya di Bali. Belajar dari beberapa pengalaman serangan terorisme, Indonesia menyiapkan aturan dan lembaga bantu korban terorisme.
LPSK, lanjut Semendawai, memiliki pengalaman dalam membantu saksi dan korban terorisme di Indonesia. Selain bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial, satu hal yang baru dirasakan korban terorisme, yaitu hak kompensasi. (kerta negara/balipost)