SINGARAJA, BALIPOST.com – Sekitar lima bulan lalu, jembatan permanen di atas sungai (tukad) Medaum di Kecamatan Banjar putus akibat diterjang banjir bandang. Sampai sekarang jembatan ini tidak jelas kapan akan dibangun kembali.
Karena belum adanya info kapan akan dibangun, warga dari dua desa bertetangga gotong royong membangun jembatan darurat sekitar tiga bulan yang lalu. Jembatan darurat itu dibuat dengan batang bambu petung dengan diameter agak besar.
Di atas batang bambu petung itu, kemudian dipasang rangkaian bambu yang sudah dibelah. Agar tidak terlepas, setiap belah bambu itu diikat dengan kawat dan beberapa diantaranya menggunakan besi baku.
Jembatan darurat itu kalau dilintasi pengendara sepeda motor harus ekstra waspada. Apalagi, jembatannya bergoyang saat dilintasi.
Bagi warga Desa Gobleg dan Munduk melintasi jembatan darurat yang goyang sudah terbiasa. Ini karena tidak ada pilihan.
Akses jembatan ini penting untuk warga mengangkut hasil panen cengkeh atau saat mengantar anak-anak ke sekolah.
Ketut Jata seorang warga Dusun Pasut, Desa Munduk, Kamis (13/9) mengatakan, sebelum diterjang banjir bandang sekitar lima bulan lalu, dirinya masih bisa melintasi jembatan permanen dari beton. Sejak dibangun, jembatan ini hanya bisa dilalui sepeda motor.
Jika hari biasa jembatan ini dilalui warga untuk mengantar anak sekolah atau hendak menuju pusat pemerintahan Desa Munduk. Namun jika musim panen, para tukang petik atau pemilik kebun ramai lalulalang melintasi jembatan.
Senada diungkapkan Made Widiartono warga Dusun Taman, Desa Munduk. Dia menceritakan, jembatan belum dibangun karena anggaran dari pemerintah yang belum mencukupi. Atas kondisi ini, dirinya terpaksa melintasi jembatan darurat meskipun harus ekstra hati-hati karena jembatannya bergoyang.
“Waktu putus dan belum dibuat jembatan darurat lewat jalan alternatif. Jalannya jelek dan waktu tempuh ke pusat desa lebih jauh. Sekarang walaupun jembatan darurat terpaksa dilintasi saja, mudah-mudahan ada perhatian jembatan permanen bisa dibangun,” jelasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Ketut Suparta Wijaya mengatakan jembatan itu dibangun oleh PUPR. Setelah kejadian putusnya jembatan, PUPR telah mendata kerusakan dan mengusulkan rencana pembangunan jembatan permanen. Dari perhitungan kasar diperlukan dana sampai Rp 500 juta untuk membangun jembatan sepanjang sekitar 40 meter tersebut.
Hanya saja, karena anggaran perubahan tahun ini tidak memungkinkan, pembangunanya dianggarkan pada 2019. Jika tidak memungkinkan dari APBD, PUPR akan mengajukan proposal ke Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR-RI). “Usulan dari desa sudah masuk dan kita sudah cek dan menghitung biaya yang diperlukan. Kalau memungkinkan dibangun di tahun 2019 dan kami juga sudah mengusulkan ke PUPR Pusat,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)