Bagus Gede Bratha. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Pemerintah daerah bersama DPRD Buleleng sekarang membahas pencabutan Peraturan Daerah (Perda) No. 15 Tahun 1998 Tentang Kawasan Jalur Hijau. Regulasi usang ini dicabut karena peraturan lebih tinggi di atasnya sudah terlebih dahulu dicabut. Kalau dipertahankan tidak relevan dengan situasi di lapangan. Selain itu, bila tetap diterapkan rawan memicu gugatan hukum. Pemerintah yang menjalankan amanat perda jalur hijau posisi hukumnya lemah, karena regulasi di atasnya sudah banyak dicabut.

Menunggu pencabutan perda jalur hijau, pemkab menyusun Peraturan Bupati (Perbup) untuk melindungi lahan pertanian yang produktif agar tidak beralihfungsi menjadi bangunan atau fungsi lain.

Demikian diungkapkan Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekkab Buleleng Bagus Gede Bratha di ruang kerjanya Jumat (14/9). Lebih jauh Gede Bratha mengatakan, sejak pencabutan perda jalur hijau dibahas bersama Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Buleleng muncul kekhawatiran kalau perda dicabut menimbulkan alihfungsi lahan pertanian yang tidak terkendali. Ini karena, bisa saja masyarakat menganggap bahwa tidak ada regulasi yang mengatur, maka lahan pertanian mudah beralihfungsi. Atas kondisi itu, pihaknya sudah melakukan kajian teknis bersama akademisi dan Dinas Pertanian (Distan) Buleleng.

Baca juga:  Pemkab Karangasem Revitalisasi Dua Pasar

Kajian lain juga menunjukkan bahwa sebelumnya di Buleleng ditetapkan 61 lokasi ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau. Puluhan lokasi ini luasnya mencapai 18.192.415,87 meter persegi. Hanya saja, sejalan dengan perkembangan wilayah, dari 61 lokasi itu, setelah dilakukan kajian, hanya ada 5 lokasi yang masih sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan jalur hijau. “Hasil kajian itu sudah selesai disusun dan secepatnya disampaikan kepada pansus di DPRD Buleleng,” katanya.

Baca juga:  Implementasikan Ekonomi Kerthi Bali

Selain itu, pemkab juga meyakinkan pansus bahwa dalam peroses pencabutan perda jalur hijau dipastikan tidak akan terjadi alihfungsi lahan pertanian produktif di Bali Utara. Ini karena, pemkab segara akan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) untuk melindungi lahan pertanian produktif.

Selain itu, pemerintah juga tidak serta merta mengeluarkan izin pemanfaatan lahan pertanian tanpa ada kajian teknis dan pijakan regulasi yang masih berlaku sekarang ini. “Selama kita membahas pencabutan perda jalur hiijau pansus itu kahwatir apakah tidak ada alihfungsi lahan. Kita sudah buatkan kajian teknis dan sambil kita bahas pencabutannya kita buat perbup untuk melindungi lahan pertanian produktif itu,” katanya.

Bagus Gede Bratha menambahkan, setelah nantinya perda jalur hiau dicabut, pemerintah akan kembali menyusun Rancangan Perda (Ranperda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Perda ini disusun dengan rujukan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Buleleng No. 9 Tahun 2013, dan  Perda Provinsi Bali Tentang Arahan Peraturan Sonazi.

Baca juga:  Gempabumi di Kuta, Ini Hasil Analisa BMKG

Selain rujukan regulasi itu, pemkab juga sudah membentuk Tim LP2B yang ditugaskan untuk menyusun kajian teknis dan untuk melengkapi draf Ranperda LP2B. “Rujukannya jelas RTRWP, RTRWK dan regulasi lain dan kami sudah membentuk tim penyusun Ranperda LP2B dan ini sedang berproses di Dinas Pertanian (Distan) Buleleng,” jelasnya. (mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *