NEGARA, BALIPOST.com – Belakangan ini cukup banyak ditemukan penyu mati dan terdampar di pesisir Jembrana. Selain penyu, sejak dua bulan ini ditemukan bangkai lumba-lumba jenis hidung botol di pesisir Perancak. Terbaru penyu ditemukan terdampar di Pantai Pekutatan dan terikat tali, Jumat (14/9).

Koordinator Kelompok Pelestari Penyu (KPP) Kurma Asih Perancak, I Wayan Anom Astika Jaya mengaku prihatin dengan kondisi ini. Pihaknya berharap tidak ada lagi penyu yang mati.

Menurut Anom, seharusnya ada pihak-pihak yang menindaklanjuti. Bersama para pelestari penyu yang lain pihaknya berharap tidak ada penyu lagi yang mati karena faktor alam atau faktor disengaja oleh manusia (diburu).

Baca juga:  Masker Mulai Sulit Dicari, Warga Jembrana Mulai Ramai Stok Sembako

Selama puluhan tahun berkecimpung dalam pelestarian penyu di Jembrana, fenomena matinya penyu-penyu di laut ini baru kali ini terjadi. Apalagi interval waktu antara penyu yang satu dan lainnya yang ditemukan mati cukup dekat.

Menurutnya, selama ini pihaknya dan beberapa KPP lain di Jembrana terus berupaya melestarikan penyu, agar populasi penyu terus bertambah. Saat ini seluruh jenis Penyu masuk kategori hewan dilindungi. Dari ratusan ekor tukik (anak penyu) yang dilepasliarkan ke laut, hanya beberapa saja yang mampu hidup.

Baca juga:  Hancurnya "Rumah Hujan" Bali Sebabkan Bencana

Anggota Walhi Bali Ngurah Karyadi, Sabtu (15/9) mengatakan banyaknya penyu mati dan ditambah lumba-lumba mati, diduga terkait dengan dua faktor. Yakni, perubahan dan ketidakpastian iklim akibat pemanasan global, serta sampah non-organik, terutama plastik volumenya kian tinggi.

“Persoalan demikian global dan kompleks. Atas hal ini, berbagai kesepakatan global sudah di buat, namun tidak berjalan karena bisnis/ekonomi harus tumbuh. Bahkan terakhir, AS menunda/membatalkan kesepakatan penurunan emisi, atau Kyoto protokol misalnya,” kata Ngurah Karyadi.

Baca juga:  Masuk Proses FS, Proyek TPSa Suwung Segera Direalisasikan

Termasuk soal sampah, di mana ada UU sampah, berikut Perda yang mengatur, namun sosialisasi dan penegakkan masih lemah. Selain itu terkait perilaku masyarakat yang membuang sampah, khususnya plastik dan non-organik ke selokan, sungai dan akhirnya mencemari pantai dan lautan. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *