Memasuki musim panen cengkeh tahun ini, petani di Buleleng terpaksa mendatangkan tukang petik cengkeh dari Jawa. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Musim panen cengkeh tahun ini membuat petani di Buleleng sumringah. Pasalnya, di tahun 2016 dan tahun 2017, produksi cengkeh di daerah anjlok karena faktor cuaca buruk. Tahun ini produksi tanaman melonjak tinggi. Namun, di tengah situasi ini petani malah kesulitan mencari pekerja untuk memetik bunga cengkeh. Tak pelak, banyak buruh petik didatangkan dari luar Bali.

Musim panen cengkeh di Buleleng telah berlangsung sejak awal Agustus 2018. Sampai sekarang, petani di desa penghasil cengkeh seperti di Kecamatan Kubutambahan, Sawan, Sukasada dan Kecamatan Busungbiu masih sibuk memetik bunga cengkeh. Jasa tukang petik cengkeh ini ada dengan sistem bayaran harian dan ada juga memakai sistem borongan. Setiap tukang petik mendapat uang jasa petik dihitung dari setiap kilogram bunga cengkeh yang berhasil dipetiknya. Rata-rata ongkos petik dengan cara ini setiap satu kilogram jasanya dibayar antara Rp 5.000 dan Rp 6.000.

Baca juga:  Rupiah Melemah, Peternak Khawatirkan Harga Pakan

Karena areal kebun cengkeh di Bali Utara lebih dari 7.000 hektar dan sebagian besar produksi bunga cengkeh setiap pohon tergolong lebat, sehingga tukang petik lokal kuwalahan. Khawatir bunga cengkeh terlambat dipetik, sehingga petani terpaksa mendatangkan tukang petik dari Jawa. Tukang petik cengkeh dari laur Bali ini umumnya bekerja secara rombongan. Menekan ongkos selama bekerja, mereka rela tinggal sementara di bawah kebun cengkeh dengan mendirikan tenda dari terpal plastik atau tinggal sementara di gubuk (kubu-red) milik petani. Seperti terlihat di perkebunan cengkeh di Desa Munduk, Kecamatan Banjar.

Kepala Dinas Pertanian (Distan) Buleleng Nyoman Genep Minggu (16/9) membenarkan kalau musim panen tahun ini petani sebagian besar kesulitan tenaga untuk memetik bunga cengkeh. Dia mengatakan, situasi ini menunjukkan kalau budi daya cengkeh tidak saja meningkatkan kesejahtraan petani, tetapi usaha tani ini memberi dampak positif yang lebih luas terutama penyerapan tenaga kerja. Bahkan, budi daya cengkeh di Buleleng mampu menyumbangkan Pendapatan Domestik Regional Broto (PDRB) sebesar 32 persen.

Baca juga:  Bertambah Lagi, Pasien Pengawasan COVID-19 di Bali

“Sekarang ini panen raya hampir semua tanaman berbunga dan sekarang petani mendatangkan tukang petik dari Jawa. Kami kira ini bukti kalau usaha tani memberi sumbangsih besar tidak saja kesejahtraan petani, namun penyerapan pekerja dan mendongkrak persentase PDRB di daerah kita,” katanya.

Di sisi lain mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng ini menambahkan, cengkeh merupakan salah satu komuditas perkebunan yang menjadi andalan di Buleleng. Sejak ditekuni oleh petani, usaha tani ini mengalami fluktuasi produksi akibat cuaca. Dia mencontohkan, dua tahun berturut-turut yakni 2016 dan 2017, petani di Bali Utara merugi lantaran produksifitas tanaman anjlok.

Baca juga:  BPBD Bangli Gelar Simulasi Gempa

Dari kajian dan pengamatan lapangan satu faktor penyebabnya adalah duaca yang tidak mendukung. Sukurnya tahun ini, produktifitas tanaman kembali pada siuasi puncak, sehingga usaha tani cengkeh yang sudah menajdi kultur (budaya-red) pertanian di Bali tetap eksis.

Untuk itu, pihaknya berharap, kebijakan pemerintah pusat dalam hal pemasaran dan pemanfaatan cengkeh benar-bener berpihak kepada petani. Kalau dalam hal pemasaran ini ada kebijakan yang tekesan merugikan, maka dipastikan akan memicu persoalan di kalangan petani itu sendiri. “Seperti sekarang produksi cengkeh kembali naik karena masuk panen raya, dan kalau ada kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada petani, ya bisa-bisa petani merugi karena ke mana mereka menjual cengkeh,” jelasnya. (mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *