Tertibkan KUPVA Ilegal
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Lalu lintas Uang Kertas Asing (UKA) disinyalir dapat mengganggu stabilitas ekonomi terutama nilai tukar rupiah. Selain itu, UKA diduga juga dimanfaatkan untuk tindak pidana pencucian uang.

Maka dari itu, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/2 Tahun 2018. Kepala Divisi Sistem Pembayaran Pengelolaan Uang Rupiah (SP PUR) BI KPw Bali Teguh Setiadi mengatakan, di era digital masih terdapat aktivitas kegiatan membawa UKA. Walaupun sudah ada non tunai, namun lalu lintas UKA keluar dan ke dalam negeri masih cukup tinggi.

Ini secara langsung dan tidak langsung berdampak pada perekonomian nasional yaitu kestabilan sistem keuangan Indonesia sendiri termasuk nilai tukar rupiah. “Kita perlu tahu data seberapa besar volume maupun jumlah lalu lintas UKA melalui Kepabeanan Indonesia. Lalu kita bisa mengambil manfaat data, apakah akan memberi dampak yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Apalagi nilai tukar rupiah saat ini sedang terdepreasi. Serta seberapa besar pengaruhnya terhadap fluktuasi lalu lintas UKA,” bebernya saat Sosialisasi Ketentuan Pembawaan UKA ke dalam dan ke luar Pabean Indonesia oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Rabu (19/9).

Baca juga:  Suku Bunga BI Dinaikan Sebesar 5,75 Persen

Selain itu, lalu lintas UKA ini juga berpotensi dimanfaatkan sebagai arena pencucian uang. Maka sosialisasi yang diadakan  diharapkan mampu memberikan pemahaman lebih dalam bahwa untuk membawa UKA diperlukan izin. Dalam hal ini sudah ada peraturan BI yang baru yaitu PBI 20/2 tahun 2018.

Sebelum mengeluarkan peraturan tersebut, diakui pihaknya sudah melakukan survey. Berdasarkan kajian tersebut, ia mendekteksi bahwa aktivitas maupun volumenya cukup tinggi baik kebutuhan transaksional maupun kebutuhan lainnya. “Maka dengan aturan ini, kita bisa lebih akurat mengetahui datanya,” tegasnya.

Baca juga:  Kasus Izin Reklamasi Pelabuhan Benoa, Jaksa dan Alit Wiraputra Nyatakan Banding

Menurutnya pembawaan UKA tidak selalu negatif, selama peruntukannya untuk kepentingan bisnis di Indonesia tidak masalah. “Selama ini kupva (kegiatan usaha penukaran valuta asing) mungkin untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya membawa sendiri UKA, nitip di temannya melalui penumpang. Kalau perbankan mungkin melalui kargo, paket karena memang belum diatur,” tuturnya.

Dari data itu, ia menemukan jumlahnya sangat tinggi. Jika itu jumlahnya siginfikan, tentu ada pengaruhnya terhadap nilai tukar rupiah. Di samping itu juga mempengaruhi psikologis pasar. “Begitu ada gejolak di nilai tukar, orang cenderung membutuhkan UKA lebih banyak. Jika itu tidak diatur akan memberikan dampak yang kurang baik,” imbuhnya.

PBI 20/2 tahun 2018 yang merupakan perubahan dari PBI 19/7 2017 mengatur tentang tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia. Pada pasal 2 disebutkan setiap orang dilarang melakukan Pembawaan UKA dengan jumlah yang nilainya paling sedikit setara dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Baca juga:  Jelang Nataru, Proyeksi Kebutuhan Uang Tunai Capai Rp2,7 Triliun

Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai III KPPBC TMP Bea Cukai Ngurah Rai Yan Tumpal Fischer mengatakan, sejak 3 September 2018, ia telah melakukan penegakan sebanyak 8 kali atas pembawaan UKA. UKA terbesar yang ditemukan pada 4 September.

Ia menuturkan, ada penemuannya pada satu penumpang yang berasal dari suatu negara, membawa uang kertas asing melebihi batasan Rp 1 miliar yaitu 1 juta yuan. Ia tidak mendeklarasikan uangnya, dengan alasan uang tersebut merupakan milik bersama.

Namun bagi bea cukai, yang membawa uanglah yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran tersebut. Dalam penegakan di lapangan, ia membutuhkan dukungan dari instansi terkait seperti BI, polisi dan TNI karena adanya intervensi dari luar. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *