Uang
Ilustrasi. (BP/dok)

JAKARTA, BALIPOST.com – Bank Dunia menilai, kendati dihadapkan pada risiko penurunan pertumbuhan ekonomi akibat gejolak ekonomi global, peluang terjadi krisis keuangan di Indonesia relatif kecil. “Pada 2018, Indonesia berada di posisi yang lebih kuat. Sekarang Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang lebih kuat,” kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Rodrigo A Chaves saat peluncuran Laporan Kwartalan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Kamis, dikutip dari Kantor Berita Antara.

Rodrigo menuturkan, ketidakpastian global yang meningkat akibat perang dagang dan juga dampak dari krisis yang terjadi di negara-negara berkembang, di tengah normalisasi kebijakan bank sentral AS The Fed, memang telah menyebabkan keluarnya porfofolio dari pasar di negara berkembang termasuk Indonesia. Keluarnya arus modal menyebabkan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik 121 basis poin di kwartal kedua hingga mencapai 8,2 persen.

Baca juga:  Juli Ini, Menkopolhukam Pastikan PDNS 2 Pulih

Rupiah pun terdepresiasi 4,8 persen terhadap dolar AS di kwartal kedua, ditambah 2,7 persen pada Juli dan Agustus. Merespon peningkatan volatilitas pasar keuangan global, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya hingga 125 basis poin sejak Mei 2018. “Itu menjadi sinyal komitmen bank sentral terhadap stabilitas, meskipun inflasi 3,3 persen alias masih di bawah target Bank Indonesia,” kata Rodrigo.

Lead Country Economist Bank Dunia Frederico Gil Sander, mengatakan, walaupun pertumbuhan ekonomi masih menghadapi risiko penurunan, terjadinya gejolak krisis keuangan di Indonesia relatif minim seiring dengan komitmen pemerintah menjaga stabilitas. “Risiko yang terkait dengan krisis keuangan di Indonesia tetap kecil karena koordinasi kebijakan yang kuat dan fundamental ekonomi yang juga lebih kuat, terutama jika dibandingkan dengan periode Taper Tantrum pada 2013 dan Krisis Keuangan Asia 1998,” ujar Sander.

Baca juga:  Bupati Suwirta Ajak Koperasi Sejahterakan Masyarakat

Sander menuturkan, Bank Indonesia memperketat kebijakan moneternya dengan menjaga perbedaan tingkat suku bunga acuannya dengan AS, sehingga diharapkan mampu “menjinakkan” terjadinya arus modal keluar. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *