Dalam lima tahun terakhir, RSUD Buleleng memiliki piutang klaim BPJS lebih dari Rp 21 miliar. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Menajemen RSUD Buleleng nampaknya harus “memutar otak” untuk menagih klaim pembelian obat dan biaya perawatan pasien yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Secara akumulasi dari tahun 2014 sampai Agustus 2018, BPJS belum melunasi klaimnya kepada RSUD Buleleng lebih dari Rp 21 miliar. Situasi ini membuat manejemen rumah sakit plat merah itu harus mencari sumber -sumber pendapatan lain agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat bisa berjalan baik.

Piutang klaim BPJS untuk pembelian obat tercatat dan biaya perawatan pasien selama lima tahun sebesar Rp 96.999.835.911. Dari jumlah itu kemudian telah dilunasi sebesar Rp 75.832.394.227, sehingga akumulasi lima tahun ini itu piutang klaim BPJS RSUD Buleleng senilai Rp 21.167.441.684.

Rinciannya, tahun 2014 Rp 12.023.682, tahun 2015 Rp 72.140.115 (belum dilunasi), 2016 Rp 545.009.251 dan baru dilunasi Rp 136.879.873, sehingga masih ada piutang untuk pembelian obat Rp 408.129.378. Sedangkan, piutang pelayanan perawatan pasien tahun 2017 tercatat sebesar Rp 26.035.206.811 dan baru dilunasi Rp 23.816.484.002, sehingga masih sisa piutang Rp 2.218.722.809. Tahun 2018 tercatat klaim piutang Rp 70.335.456.052 dan baru dilunasi Rp 51.879.030.352, sehingga masih tercatat piutang Rp 18.456.425.700.

Baca juga:  Di RSUD Sanjiwani, Segini Jumlah Pembayaran Klaim BPJS Kesehatan yang Belum Terbayar

Direktur RSUD Buleleng dr. Gede Wiartana, M.Kes, didampingi Humas RSUD Ketut Budiartha di ruang kerjanya Jumat (21/9) membenarkan BPJS belum melunasi klaim terhadap pasien BPJS di RSUD Buleleng.

Wiartana mengatakan, sesuai Memorandum of Understanding (MoU) RSUD dan BPJS, setiap klaim jasa pelayanan dan pembelian obat-obatan pasien BPJS dilunasi setelah ada serahterima berita acara klaim. Setelah 15 hari berita acara ditandatangani, maka BPJS wajib mmelunasi klaim biaya perawatan atau pembelian obat yang telah digunakan oleh pasien. Jika, dalam batas waktu itu klaim belum juga dilunasi, BPJS pun dikenakan sanksi denda sebesar 1 persen per bulan.

Baca juga:  Buleleng Tambah Ruang Karantina Pasien COVID-19

“Dari tahun 2014 sampai terbaru per Agustus kita memiliki piutang klaim BPJS lebih dari Rp 21 miliar. Angkanya lumayan besar dan kami tetap menunggu smapai piutang itu dilunasi,” katanya.

Tidak saja piutang yang terus membengkak, menejemen RSUD juga mencatat adanya tagihan pembelian obat-obatan sejak tahun 2014 silam belum dilunasi oleh BPJS. Menariknya, klaim obat ini tidak dilunasi dengan dalih kalau BPJS baru mengoperasikan aplikasi komputer untuk pemakaian obat-obatan yang ditanggung BPJS.

Setelah jenis obat-obatan itu di-input pada sistem informasi farmasi RSUD, rupanya jenis obat tersebut tidak justru tidak masuk dalam jenis obat yang ditanggung.

Sementara, dari tahun itu RSUD sudah mengeluarkan biaya pembelian obat tersebut karena diperlukan oleh pasien BPJS. “Obat itu sudah digunakan dan katanya ada aplikasi baru dan setelah di-input malah jenis obatnya tidak ada, sehingga ini juga membuat catatan piutang kita ke BPJS terus membengkak,” jelasnya.

Baca juga:  Tiga Hari ke depan, Ini Ramalan BMKG

Ditanya dampak piutang klaim BPJS pelayanan di RSUD, dr. Wiartana menyebut secara langsung pelayanan masih bisa berjalan. Hanya saja, pihaknya harus susah payah “memutar otak” untuk menutupi pembiayaan rumah sakit. Hanya saja, kalau piutang klaim BPJS itu tidak dilunasi dirinya kahwatir kalau pembiayaan rumah sakit tidak bisa dipenhi, sementara kebutuhan para pasien tidak tidak bisa ditunda. Untuk itu, Wiartana mendesak agar, menejemen BPJS memikirkan solusi terbaik, sehingga piutang tidak terus membengkak dan RSUD sendiri tetap bisa memberi pelayanan maksimal kepada pasian utamanya yang memakai kartu BPJS.

“Ya karena jumlahnya tidak sedikit ini memang trdampak pada cash flow di rumah sakit. Tapi untuk saat ini kami penuhi belanja obat, biaya perawatan dan belanja lain, sheingga pelayanan tidak terdampak. Kami tetap meminta agar tidak terus membengkak piutang-nya mestinya dilunasi,” jelas Wiartana sembari diiyakan Ketut Budiartha. (mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *