SINGARAJA, BALIPOST.com – Jumlah kunjungan ke Gedong Kertya belakangan makin tinggi. Sayangnya, meski kunjungan meningkat, pengunjung masih banyak yang kesulitan memahami isi yang tertulis di lontar yang ada di perpustakaan itu.
Untuk memudahkan pengunjung memahami isi lontar, pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gedong Kertya belakangan ini terus menggenjot penerjemahaan beragam naskah lontar yang tersimpan dalam bangunan yang dibangun Belanda tersebut.
Kepala UPTD Gedong Kertya, Gede Wiriasa mengatakan, sejauh ini koleksi lontarnya tercatat 1.808 lontar. Proses alih aksara dan alih bahasa dimulai sejak 2002 dan masih berlangsung sampai tahun ini.
Selain itu juga ada 5.200 salinan lontar dikoleksi milik pribadi juga menjalani proses alih bahasa. Dari 1.808 koleksi lontar yang dimiliki termasuk lontar kuno. Bahkan, ada lontar tertua ditulis pada tahun 350 mengisahkan tentang Cerita Ramayana.
Upaya ini diakuinya, selain menambah banyak koleksi, juga memudahkan wisatawan untuk memahami isi lontar. Saat ini, dua buah lontar yang diterjemahkan itu diantaranya lontar usada dan purana. Dua koleksi lontar itu nantinya akan menjalani proses alih aksara dan alih bahasa oleh staf UPTD Gedong Kirtya. “81 judul lontar dan 40 diantaranya sudah dibukukan melalui proses alih bahasa itu,” katanya.
Sejauh ini, ia mengatakan pemerintah daerah masih terkendala soal anggaran. Alih aksara dan alih bahasa dilakukan bertahap. Lontar yang banyak dicari masyarakat dan wisatawan diprioritaskan untuk dialihbahasakan. Seperti misalnya lontas jenis Usada, Wariga, dan Kawisesan.
Dalam proses alih aksara dan alih bahasa diperlukan waktu cukup lama. Setahun dua orang ahli lontar hanya mampu menyelesaikan antara 2 sampai 3 lontar. Satu lontar awalnya akan menjalani alih aksara dari aksara Bali menjadi huruf latin. Setelah itu, baru akan dialih bahasakan dari bahasa awal baik Sansekerta, Jawa Kuno dan Bali Kuno ke dalam Bahasa Indonesia, sehingga gampang dimengerti pembaca. (Mudiarta/balipost)