I Komang Bintara Putra digendong ayahnya, Ketut Sadia. (BP/istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Cobaan berat dialami I Komang Bintara Putra. Bayi yang baru berumur 4 bulan ini divonis menderita gangguan otak atau cerebral palsy.

Akibatnya, ia pun harus keluar masuk rumah sakit untuk berobat. Orangtuanya, I Ketut Sadia, 31, dan Ni Komang Lestari, 25, asal Banjar Kulu, Desa Kulu, Kecamatan Tampaksiring tak menyangka jika anak ketiganya itu divonis memiliki penyakit yang mengharuskannya rutin mengonsumsi obat tanpa putus agar penyakitnya tidak kumat ataupun semakin parah.

Menurut sang ayah, Sadia, anaknya ini lahir normal. Putra lahir pada 26 Mei 2018 dengan berat 2,4 kg. Saat lahir tidak ditemukan adanya penyakit dan kemudian diperbolehkan pulang.

Baca juga:  Target Akhir 2022 Rampung, RSUP Sanglah akan Miliki Pusat Layanan Estetis

Namun saat usia 10 hari gejala penyakit mulai muncul. Putra mulai mengalami kejang-kejang secara beruntun. Ia kemudian langsung dilarikan ke ke RS Sanjiwani Gianyar. “Saat kejang bisa sampai lima hingga delapan kali sehari,” ujar Sadia.

Anak ketiganya ini kemudian dirawat di inkubator selama seminggu di RSU Sanjiwani. Namun kondisinya tidak membaik sehingga harus dirujuk ke RSUP Sanglah.

Pada diagnosis awal penyebab kejangnya Putra dicurigai karena adanya pendarahan pada kepala. Lewat pemeriksaan CT Scan tampak ada cairan dan pembengkakan di otaknya. Cairan dalam otak itu pun disedot sebagai sampel uji lab. “Setelah seminggu, hasilnya keluar. Kata dokter, penyakitnya mengarah ke epilepsi,” jelas Sadia.

Baca juga:  Nasional Catat Lima Ratusan Kasus COVID-19 Baru

Kini, Putra harus rutin check-up ke RSUP Sanglah dan harus rutin konsumsi obat hingga usia 3 tahun. “Tidak boleh putus obat,” ujarnya.

Setelah berobat rutin selama empat bulan, kondisi Putra membaik meski berat badannya masih di bawah anak seusianya yaitu 3,7 kilogram dan kejangnya sudah jarang muncul. Secara visual, Komang Bintara tampak berbeda dari bayi seusianya.

Rambut di kepalanya terus rontok. Tangan dan kakinya pun tampak kurus kecil. Menurut Sadia saat dikandung, tidak ada hal aneh yang terjadi dan berlangsung biasa. Hanya memang Putra lahir lebih awal 17 hari dan istrinya sempat mual-mual saat usia kandungan sudah tua.

Baca juga:  Hampir 2 Pekan Bali Catatkan Korban Jiwa COVID-19, Hari Ini Lebih Banyak Dibanding Sehari Sebelumnya

Karena harus bolak-balik ke RSUP Sanglah untuk cek rutin, biaya yang dikeluarkan bagi keluarga sederhana ini tidak sedikit. Sadia sendiri hanya bekerja sebagai buruh bangunan.

Saat pengobatan awal, Putra belum memiliki KIS sehingga masuk ke dalam pasien umum. Biaya yang dikeluarkan saat itu sebesar Rp 7 juta belum lagi biaya bolak-balik dan menunggu selama Putra dirawat. Untuk bisa melunasi biaya ini, Sadia meminjam sana-sini. “Tetapi syukurnya sekarang anak saya sudah dapat KIS,” ujarnya.

Selain pengobatan medis, Putra juga diajak terapi di Yayasan Anak di Lodtunduh, Ubud. “Dari Yayasan juga bantu kasi susu, biar mau nambah berat badan,” jelasnya. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *