MANGUPURA, BALIPOST.com – Tradisi perang ketupat dikenal dengan Aci Tabuh Rah Pengangon dilaksanakan warga di jaba Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, tepatnya di Jalan Raya Kapal, Mengwi Badung. Tradisi serupa juga diselenggarakan masyarakat Desa Adat Padang Luwih, Dalung. Ritual mengucap syukur atas karunia sang pencipta ini juga diikuti oleh enam banjar adat itu dipusatkan di pura desa lan puseh setempat, Jl. Raya Padang Luwih.
Menurut penuturan Bendesa Adat Padang Luwih, Ketut Oka Sudana, tradisi tahunan yang berlangsung di depan pura desa ini, diselenggarakan sebagai ucapan syukur masyarakat akan hasil panen yang melimpah. Tradisi seluruh masyarakat desa adat, baik tua mapun muda. “Ini sudah tradisi turun temurun untuk mengucapkan puji syukur kapada tuhan, karena hasil panen melimpah,” ujarnya.
Tradisi tersebut, diikuti oleh enam banjar adat yang terlibat dalam prosesi perang ketupat adalah Banjar Tegal Jaya, Banjar Celuk, Banjar Jeroan, Banjar Pendem, Banjar Gaji, dan Banjar Kwanji. Banjar tersebut terdiri dari 530 KK dengan jumlah warga 2.433 jiwa.
Tradisi perang ketupat, diterangkan Oka Sudana diawali persembahyangan bersama di Pura Desa Desa Adat Padang Luwih, dilanjutkan dengan makan bersama. “Sebelumnya ada kegiatan makan bersama dan sembahyang bersama. Ini ditujukan untuk Sang Hyang Rare Angon,” ucapnya.
Warga yang turut dalam tradisi tersebut, kata Oka Sudana, dibagi dua kelompok, yakni di sebelah Utara dan sebelah Selatan pura desa. Pembagian kelompok ini berdasarakan letak banjar masing-masing.
“Setelah dibagi dua kelompok, mereka (warga –red) saling lempar ketupat layaknya perang. Warga mulai kumpul pukul 16.00 Wita sambil membawa sesajen berupa berupa Salaran yang isinya ketupat bantal. Setalah itu baru profesi perang ketupat,” pungkasnya. (Parwata/balipost)