Ilustrasi. (BP/dok)

Oleh Putu Indri Widyani

September selalu diidentikkan dengan keceriaan. Tentang bulan September sering disebut sebagai september ceria, seperti telah menjadi fenomena yang yang tak berkesudahan. Mengapa hanya bulan September yang ceria? Ada beberapa hal yang mengawali keceriaan di bulan September. Pertama, lagu yang berjudul ‘’September Ceria’’ ciptaan James F. Sundakh yang dibawakan oleh Vina Panduwinata menjadi hits, dengan lirik lagu “September Ceria… September Ceria…Milik Kita Bersama.”

Kedua, seluruh dunia akan merasakan perubahan musim pada bulan September, terutama pada negara yang memiliki empat musim. Hal yang sering terjadi yaitu musim gugur di belahan bumi utara dan musim semi di belahan bumi selatan.

Untuk negara tropis seperti Indonesia, bulan September biasanya akan mengalami musim hujan, sehingga cuaca akan lebih dominan sejuk. September Ceria ini menjadi tren dengan makna dan tujuan yang sama yaitu agar selalu ceria.

Banyak kebiasaan yang selalu berulang setiap memasuki September. Banyak yang membagikan gambar dan animasi bergerak (GIF), dengan tema September Ceria. Perubahan foto profil pada masing-masing aplikasi sosial media seperti WhatsApp, Line, Instagram, Twitter, Facebook, dan banyak lagi yang lainnya.

Namun, ada kebiasaan yang selalu dilakukan berulang di Indonesia tetapi belum banyak diketahui masyarakat, yaitu September merupakan Bulan Statistik karena pada setiap tanggal 26 September diperingati sebagai Hari Statistik Nasional. Mengapa Hari Statitsik Nasional diperingati setiap tanggal 26 September? Hal ini berawal dari usaha Pemerintah Republik Indonesia untuk memenuhi rekomendasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) agar setiap negara menyelenggarakan sensus penduduk secara serentak.

Untuk itu, pemerintah RI memberlakukan Undang-Undang nomor 6 tahun 1960 tentang Sensus sebagai pengganti Volkstelling Ordonanties 1930. Pada 26 September 1960, pemerintah RI memberlakukan Undang-Undang nomor 7 tahun 1960 tentang Statistik sebagai pengganti Statistiek Ordonantie 1934. Undang-undang itu secara rinci mengatur penyelenggaraan statistik dan organisasi Badan Pusat Statistik (BPS). Kala itu, pada Agustus 1996, Presiden Soeharto menetapkan tanggal diundangkannya Undang-Undang nomor 7 tahun 1960 tentang Statistik tersebut sebahai “Hari Statistik” yang dilaksanakan secara nasional. Kelahiran undang-undang tersebut merupakan titik awal BPS dalam mengisi kemerdekaan di bidang statistik yang selama ini diatur berdasarkan sistem perundang-undangan kolonial. Kemudian, pemerintah RI menetapkan Undang-undang nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik, sebagai pengganti Undang-undang nomor 6 dan 7 tahun 1960.

Baca juga:  Anggota Kadin Melanggar Aturan Organisasi Diberikan Sanksi

Jika ada survei yang ditujukan untuk mengetahui apa yang terjadi pada setiap tanggal 26 September, maka hampir dapat dipastikan sangat kecil persentase responden yang mengetahui dengan pasti jawabannya. Mengapa Hari Statistik Nasional tidak se-famous September Ceria? Belum banyak yang tahu tentang adanya peringatan Hari Statistik Nasional ini, bahkan di beberapa kalender belum tercantum adanya peringatan hari Hari Statistik Nasional. Hal ini disebabkan oleh “statistik” yang belum akrab dengan masyarakat. Ketika mendengar kata statistik, hal yang melintas di pikiran adalah rumit dan tidak nyata, padahal statistik sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kegiatan mencicipi makanan saat memasak untuk mengetahui kecukupan asin, pedas, gurih, atau manis suatu masakan. Kegiatan mengambil beberapa sendok kuah saat memasak sup ayam untuk mengetahui enaknya rasa sup ayam secara keseluruhan sama dengan kegiatan pengambilan sampel suatu survei untuk membentuk suatu angka statistik yang menggambarkan kondisi tertentu masyarakat secara keseluruhan.

Peringatan Hari Statitsik Nasional dimaknai dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun statistik, artinya statistik bukan hanya milik BPS tetapi seluruh masyarakat juga turut terlibat dalam mengupayakan terwujudnya statistik yang berkualitas. Peringatan Hari Statitsik Nasional juga dimaknai dengan mendorong pelaku statistik agar melakukan statistik sesuai ketentuan agar menghasilkan produk statistik yang berkualitas. Selain itu, peringatan Hari Statitsik Nasional  dimaknai dengan mendorong seluruh lapisan masyarakat menggunakan data statistik yang dihasilkan BPS, sehingga semua pihak dapat bekerja bersama dengan menggunakan data.

Baca juga:  Statistik Dalam Kebijakan Publik

BPS menyajikan data untuk menunjukkan kondisi yang sebenarnya, atau dengan perkataan lain statistik yang dihasilkan BPS merupakan suatu potret yang berupa data. Banyak data statistik yang sangat penting untuk perencanaan pembangunan, di antaranya data kependudukan, angka kemiskinan, inflasi, statistik pariwisata, indeks nilai tukar petani, statistik ekspor impor, pertumbuhan ekonomi, produksi industri manufaktur, statistik ketenagakerjaan, indeks kebahagiaan, indeks demokrasi, dan sebagainya.

Seperti pepatah yang terkenal, jika tak kenal maka tak sayang.

Untuk itu, tidak ada salahnya kita mengenal sedikit salah satu contoh data statistik yang dirilis BPS yang selalu hangat menjadi perbincangan dan perdebatan baru-baru ini adalah angka kemiskinan. Fenomena kemiskinan merupakan sesuatu yang kompleks, dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi tetapi juga dengan dimensi-dimensi lain di luar ekonomi. Namun selama ini, kemiskinan lebih sering diartikan sebagai ketidakcukupan pendapatan dan harta untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan, yang semuanya berada dalam lingkup dimensi ekonomi.

Tingkat kemiskinan di Indonesia pada kondisi Maret 2018 mencapai 9,28 persen. Ini adalah pertama kalinya tingkat kemiskinan Indonesia berada pada level satu digit. Jika boleh dibilang, inilah kemiskinan terendah sepanjang sejarah Indonesia, karena series data menunjukkan tingkat kemiskinan nasional selalu di atas 10%.

Baca juga:  Epik Dalam Segala Hal, Ini Alasan Samsung Galaxy S21 Ultra 5G Cocok Buatmu yang Perfeksionis!

Lalu sejak kapan BPS mulai menghitung angka kemiskinan? BPS sudah lama menghitung angka kemiskinan, tepatnya sudah sejak 1976. Metodologi yang diterapkan tetap sama yaitu menggunakan basic needs approach yaitu metodologi kebutuhan masyarakat. Metodologi ini bukan dibuat oleh BPS, melainkan mengacu pada manual internasional yang dapat dilihat pada Handbooks Poverty Inequality yang diterbitkan oleh World Bank. Pada 1998 ketika terjadi krisis metode itu disempurnakan dalam hal cakupan komoditasnya.

Dengan menggunakan metodologi ini, jika dilihat tahun 1976 persentase penduduk miskin sangat tinggi mencapai 40 persen. Kemudian pada tahun 1996 berangsur-angsur turun menjadi 11,3 persen. Namun, ketika terjadi krisis ekonomi dan inflasi sangat tinggi sehingga persentase orang miskin meningkat lagi menjadi 24 persen. Kemudian berangsur-angsur turun walaupun tetap berfluktuasi sampai terakhir BPS merilis angka kemiskinan Maret 2018 sebesar 9,82 persen atau 25,95 juta orang.

Jika dibandingkan kondisi September 2017 maupun Maret 2017, potret kemiskinan nasional membaik. Penduduk miskin di Indonesia berkurang sebanyak 1,82 juta orang jika dibandingkan setahun lalu. Jadi, metodologi penghitungan angka kemiskinan tetap sama dari tahun ke tahun, sehingga setiap periode dapat dibandingkan perkembangannya.

Jika masyarakat sudah mengenal statistik, maka akan tumbuh kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya data statistik. Dengan semangat Hari Statistik Nasional, semoga statistik lebih dikenal banyak lapisan masyarakat, sehingga tidak hanya mereka-meraka yang berkutat di bidang statistik yang mengenal dan memperingatinya. Selamat Hari Statistik Nasional. Dengan Data Tingkatkan Prestasi bangsa.

Penulis, Seksi Ketahanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *