Ilustrasi. (BP/istimewa)

Pada 26 September, diperingati sebagai Hari Statistik Nasional. Tidak seperti halnya peringatan hari nasional lainnya, harus diakui tidak banyak masyarakat yang tahu tentang Hari Statistik Nasional ini. Tetapi, kata statistik sendiri boleh dikatakan cukup akrab di telinga masyarakat. Apalagi bila dikaitkan dengan hasil survei.

Terutama, pada Pemilihan Umum baik itu pemilihan legislatif maupun pemilihan eksekutif seperti Pemilihan Presiden/Wakil Presiden dan pemilihan kepala daerah. Data statistik menjadi “buruan” para calon legislatif baik itu Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maupun mereka yang akan maju menjadi presiden/wakil presiden, gubernur/wakil gubernur, dan bupati/wakil bupati.

Selain dalam kehidupan politik (pemilu), dalam kehidupan sehari-hari  statistik berperan sebagai penyedia bahan atau keterangan dari berbagai hal untuk diolah dan ditafsirkan. Dalam penelitian ilmiah, statistik berperan sebagai penyedia alat untuk mengemukakan maupun menemukan kembali keterangan yang seolah tersembunyi dalam angka.

Baca juga:  Mewujudkan Bali Hijau

Dalam ilmu pengetahuan, statistik berperan sebagai peralatan analisis dan interpretasi dari data kuantitatif ilmu pengetahuan sehingga dapat disimpulkan data tersebut. Dalam hubungannya dengan pemerintahan, data statistik biasanya dipakai bahan evaluasi program sekaligus untuk merancang dan menargetkan program-program prioritas selanjutnya. Terjerumuslah pemerintah bila memperoleh/menggunakan data statistik yang salah. Menderitalah masyarakat akibat data statistik yang tidak benar. Bahkan, hancur dan terpuruklah negara akibat data statistik yang ngawur.

Untuk menghasilkan sebuah simpulan yang akurat untuk diambil sebuah kebijakan, langkah ataupun tindakan,  berbagai hal terkait pengumpulan data statistik sangatlah berperan penting. Jika metode, cara dan berbagai hal terkait pengambilan dan pengumpulan data lapangan ini tidak benar, simpulan yang diperoleh juga akan melenceng. Jika kesimpulan sudah melenceng, maka arah kebijakan, perencanaan, tindakan atau langkah yang diambil pun tidak sesuai harapan.

Baca juga:  Saham BBRI Diproyeksi Sentuh Level 5 ribu

Maka dulu zaman Orba sampai ada istilah laporan (maaf statistik) ABS—asal bapak senang. Laporan atau data statistik cenderung tidak sesuai kondisi riil di lapangan, alias hanya hitung-hitungan di atas kertas berdasarkan proyeksi dan target. Masyarakat terutama di Bali mungkin masih ingat, dulu ada kepala daerah yang  langsung menyampaikan daerahnya sebagai bebas dari kemiskinan. Ini hanya  sebagai gengsi dan ABS tadi. Tetapi begitu akan ada bantuan pengentasan kemiskinan, daerah tersebut langsung melaporkan memiliki masyarakat miskin dan daerah tertinggal terbanyak. Lalu, data statistinya dari mana, yang mana yang benar?

Baca juga:  Pandemi Mendorong Percepatan Perilaku Masyarakat Go Digital

Untuk menghindari hal-hal demikian terjadi lagi, diperlukan sinkronisasi data statistik secara berkala dari semua bidang. Dengan sinkronisasi ini, dapat ditekan terlalu jauhnya melenceng antara data statistik yang dikumpulkan dengan realita di lapangan. Dengan begitu, apa yang terungkap dari data statistik dapat dipakai sebagai acuan mencapai tujuan.

Misalnya dalam urusan politik untuk memetakan pemilih/pendukung, untuk pemerintah untuk menentukan arah kebijakan dan yang menjadi prioritas ke depan. Data statistik yang salah dapat membuat politisi kalah dalam berebut kursi kekuasaan. Data statistik yang tidak akurat akan membuat arah pembangunan melenceng dari apa yang diharapkan masyarakat. Ini dapat menjerumuskan tidak hanya para pemegang kebijakan, masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan, tetapi juga negara ke jurang keterpurukan dan kehancuran.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *