JAKARTA, BALIPOST.com – Konflik antar suporter yang seolah tak kunjung tuntas dinilai sebagai dampak dari fanatisme berlebihan pendukung atau suporter. Penyelesaiannya diyakini dapat dimulai dengan pembenahan dan pembinaan di lingkungan terdekat para suporter tersebut.

“Persoalan mendasar kita ini adalah lingkungan dan pendidikan. Sepakbola ini hanya hobi jangan sampai adanya fanatikme,” ujar Nurhasan Saidi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/9).

Mengenai pembekuan kompetisi Liga I oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nachrowi selama dua pekan, sedangkan PSSI justru menghentikan sementara laga kompetisi sepak bola nasional dalam tempo yang tidak ditentukan, Nurhasan mengaku tidak mempersoalkan. “Ini darurat, apapun langkah yang dilakukan PSSI perlu dihargai,” terangnya.

Baca juga:  Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat Disepakati

Meskipun, diakuinya sebenarnya persoalan ini bukan pada pertandingannya tetapi pada supporting system-nya yaitu pendukung klub sepak bola. Nurhasan, meminta generasi muda yang mayoritas menjadi suporter klub sepak bola harus mampu mengimplementasikan ilmu di dunia pendidikan.

Sehingga kejadian yang mengenaskan tersebut tidak terjadi. “Persoalan mendasar kita ini adalah lingkungan dan pendidikan. Sepakbola ini hanya hobi jangan sampai adanya fanatisme,” ucapnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Saifudian mengatakan perilaku buruk suporter selama ini bukan karena permainan sepak bolanya, tetapi karena karakter, mental, etika dan loyalitas suporter. “Jadi, aturan dan perilaku suporter yang harus menjadi perhatian bersama,” ujarnya.

Baca juga:  Gede Narayana Lolos Seleksi KIP Pusat di DPR

Dalam catatannya, politisi Partai Golkar ini mengaku terkejut sebab dampak dari konflik dan dendam berkepanjangan antara Bebotoh Persib Bandung dengan JakMania Persija Jakarta telah menelan korban jiwa cukup banyak.
Dari Tahun 2016 saja, tercatat sudah ada 22 korban jiwa. “Khusus untuk bobotoh dan JakMania ini terdapat 7 korban jiwa,” kata Hetifah.

Namun, ia juga meminta agar semua pihak tidak memuntahkan kesalahan kepada suporter yang rata-rata merupakan anak-anak remaja yang tingkat emosinya belum stabil, kenakalan yanng masih kerap dipengaruhi lingkungan serta tindakan maupun perilaku yang masih berupaya mencari jati diri.

Baca juga:  Pemulihan Usai Pandemi Topik Pertama Forum GPDRR

Ia juga mengaku tidak perlu dibuat ketentuan perundangan yang khusus mengatur para suporter sepak bola agar berperilaku tertib dan sopan. Sebab, menurutnya payung hukum yang ada sudah cukup, juga ada panitia penyelenggara yang bertanggungjawab dalam tiap pertandingan serta ada PSSI yang bertanggungjawab secara keseluruhan dari kompetisi Liga I.

Ia menekankan sebaiknya, penyelesaian diarahkan pada pengelolaan khusus membina dan mengarahkan suporter bisa berperilaku baik. Misalnya diberi wawasan kemanusiaan, kebangsaan, toleransi, kebhinekaan, dan kesadaran hukum. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *