SEMARAPURA, BALIPOST.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum terbebas dari persoalan. Terutama terkait keterlambatan pembayaran klaim rumah sakit maupun defisit.

Hal ini pun dialami BPJS Cabang Klungkung. Tak ingin persoalan pelik ini terus larut, Jumat (28/9), sejumlah hal yang menjadi penyebab pun dibeberkan. Demikian juga posisinya kini yang seolah berjuang sendiri menyelesaikan itu semua.

Kepala BPJS Cabang Klungkung, Endang Triana Simanjuntak mengungkapkan adanya defisit disebabkan karena mismatch atau ketidakcocokan antara iuran dengan biaya layanan kesehatan. Artinya dari awal iuran sudah ditentukan lebih kecil dari seharusnya.

Sesuai hitung-hitungan, seharusnya sebesar Rp 36 ribu. Tetapi sekarang masih 23 ribu. Angka tersebut sudah jelas kurang cukup, kurang sesuai dengan benefit yang ditanggung.

Selain itu, juga tak lepas dari prilaku masyarakat. Sampai saat ini masih ada yang enggan membayar iuran.

Baca juga:  Defisit APBN Tahun 2022 Diturunkan

Di Kabupaten Klungkung saja, dari sekitar 210 ribu peserta, masih ada tunggakan Rp 1,9 miliar. Kabupaten lain yang juga diwilayahinya, yakni Gianyar, Bangli, dan Karangasem lebih dari itu. “Seandainya ini (pembayaran iuran-red) dijalankan dengan baik, tidak akan ada defisit karena akan balance. Tetapi faktanya, masih ada yang tidak membayar. Giliran mencari kartu, maksa. Sebulannya tidak bayar,” sebutnya.

Upaya penagihan sudah dilakukan dengan door to door. Namun masih ada yang tak mempedulikan. “Kok semuanya menyalahkan BPJS, padahal kami berjuang bagaimana JKN-KIS ini tetap berjalan. Kayak berjuang sendiri. Yang lain memborbardir kita seenaknya. Tetapi tidak tahu bagaimana kita memungut sampai dimaki, diusir, sampai di kejar anjing,” ungkapnya.

Perempuan asal Medan ini menegaskan JKN-KIS bukan program abal-abal, bukan program politis. Tetapi program negara.

Baca juga:  Puskesmas Payangan akan Ditingkatkan Jadi Rumah Sakit

Dalam hal ini, prilaku peserta yang menunggak tidak bisa ditertibkan karena tidak ada sanski yang melekat. “Yang ada justru BPJS yang dibully. Saat tidak aktif, komplin ke kami. Giliran diminta bayar tunggakan, tidak mau. Seperti ini yang terjadi. Padahal dia seorang perokok. Beli rokok saja mampu,” ujarnya.

Disampaikan lebih lanjut, khusus untuk dii Kabupaten Klungkung, iuran yang diterima sekitar Rp 30 miliar per tahun. Namun biaya pelayanan peserta mencapai Rp 60 sampai 90 miliar.

Belum lagi untuk yang menjalani perawatan di rumah sakit luar kabupaten. “Walaupun (Klungkung-red) sudah UHC, kami tetap defisit banget. Kenapa? Karena begitu orang punya kartu, digunakan langsung. Jangan kira sudah UHC, tidak defisit juga,” sebut Simanjuntak.

Sementara itu, khusus untuk pembayaran tunggakan klaim rumah sakit, ditegaskan BPJS tetap mengupayakan secepatnya dan siap membayar denda sesuai regulasi, yakni sebesar 1 persen setiap bulan berjalan. “Kalau peserta nunggak tidak kena denda. Tetapi kami tidak mempermasalahkan itu. Itu regulasi,” ucapnya.

Baca juga:  Genjot Capaian Vaksinasi COVID-19, Denpasar Lakukan "Home Visit"

Terkait rujukan ke rumah sakiit secara online untuk peserta, disampaikan itu sebagai upaya untuk mengurangi antrian di salah satu rumah sakit, sekaligus menghindari keluhan.  “Kami cuma membuat online atau sistem yang menunjukkan bahwa setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama merujuk, dia punya plihan yang ada fasilitasnya di rumah sakit. Misalnya saraf. Maka online-nya kami menyampaikan semua rumah sakit yang ada polinya. Nanti peserta akan ditawarkan mau kemana. Kalau misalnya layanan terdekat ada di RSUD, semestinya bisa dirujuk kesana. Tidak lagi harus dibawa ke tempat lain. Ini tinggal bagaimana pemahaman faskes tingkat pertama itu. Kami akan sampaikan lagi,” pungkasnya. (Sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *