TABANAN, BALIPOST.com – Pemasukan BRSU Tabanan saat ini sebagian besar disumbangkan dari layanan peserta BPJS-JKN. Porsinya mencapai 74 persen. Karenanya, ketika ada keterlambatan pembayaran klam dari BPJS, akan sangat mempengaruhi operasional BRSU dalam melayani pasien.
Kepala Bidang Keuangan BRSU Tabanan, Nengah Juliasa, Jumat (28/9) mengatakan, pemasukan BRSU Tabanan, 74 persennya dari klaim pelayanan peserta BPJS-JKN. Sementara 16 persennya dari pasien umum dan pemasukan lainnya seperti uang sewa tempat ATM, biaya praktik mahasiswa, sewa gedung koperasi dan lainnya.
Lanjut Juliasa, pemasukan diluar BPJS-JKN ini tidak seberapa dan hanya bisa membiaya beberapa item pengeluaran di BRSU. Dicontohkan Juliasa, untuk Juli pemasukan dari pasien umum mencapai Rp 1.406.159.184 dan penerimaan lainnya sebesar Rp 21.727.000.
Untuk bulan Agustus penerimaan dari pasien umum mencapai Rp 1.515.989.155,14 dan penerimaan lain-lain sebesar Rp 80.363.140,14. Jika dijumlah pendapatan dua bulan ini sebesar Rp 3.024.243.479,28.
Besaran pendapatan selama dua bulan ini ternyata hanya bisa membiayai beberapa pengeluaran dalam satu bulan saja. ‘’Misalkan untuk bulan September, pemasukan pasien umum dan lainnya di Juli dan Agustus hanya bisa membayar gaji pegawai kontrak, membayar biaya air, listrik, telepon, membayar beban kerja pegawai PNS berupa beras serta untuk membayar rekanan obat dan BPHK. Sementara pengeluaran lain seperti jasa dokter, pembelian obat dan bahan habis pakai, biaya pengelolaan sampah medis dan perawatan alat yang biayanya besar sangat tergantung dari klaim BPJS-JKN ini,’’ jelas Yuliasa.
Hal yang sama juga dikatakan Direktur BRSU Tabanan, dr. Nyoman Susila. Ia mengatakan klaim BPJS saat ini yang belum cair adalah untuk pembayaran Agustus sebesar Rp 9.932.415.627. Sementara klaim Juli sebesar Rp 9 miliar baru saja cair pada Selasa (25/8). “Cairnya klaim bulan Juli ini setidaknya BRSU masih bisa bernafas hingga Oktober,” jelasnya.
Ia melanjutkan, selain BPJS, BRSU Tabanan memiliki pemasukan lain yaitu dari layanan pasien umum, biaya sewa ATM , warung dan koperasi serta biaya magang mahasiswa. Namun besarannya tidak seberapa dan hanya bisa menutupi beberapa pengeluaran saja.
Susila melanjutkan kondisi ini sangat berbeda ketika masih ada layanan JKBM. Sebab, pembayaran klaim untuk JKBM tidak pernah tertunda. ‘’Adanya pembayaran JKBM yang lancar sangat membantu operasional rumah sakit terutama saat pembayaran klaim BPJS terlambat,’’ ujarnya.
Karenanya ia berharap pemerintah Bali memikirkan kembali jaminan kesehatan daerah yang menanggung masyarakat Bali terutama yang belum masuk ke layanan BPJS-JKN. (Wira Sanjiwani/balipost)