DENPASAR, BALIPOST.com – Pada 2019, Indonesia menghadapi Pemilu legislatif dan presiden. Untuk menyikapi hal ini, pelaku pariwisata harus jeli dalam menentukan langkah menangkap peluang dan menghadapi tantangan, terlebih sektor ini rentan dengan isu-isu yang menyangkut keamanan dan kenyamanan wisatawan.
Untuk menganalisa kondisi tahun depan dan mempersiapkan strategi, Global Hospitality Expert (GHE), sebuah lembaga kepariwisataan yang bergerak pada pelatihan dan sertifikasi internasional serta pembangunan/pengembangan destinasi menghadirkan strategic workshop untuk memenuhi kebutuhan para pengambil keputusan agar mendapatkan referensi yang tepat. Seminar bertajuk “2019 Economic Outlook for Tourism Business” yang dikaitkan dengan peringatan Hari Pariwisata Sedunia diselenggarakan pada Sabtu (29/9) di H Sovereign Bali, Tuban.
Kegiatan yang dibuka oleh Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, AA Yuniartha, menghadirkan pembicara utama Faisal Basri (pengamat senior bidang ekonomi dan politik) dan dua pembicara tamu yaitu Dr. Made Sadguna (sebelumnya Kepala Cabang Bank Indonesia di Denpasar) serta Wiwin Suyasa, CHE.,CHA (praktisi senior perhotelan dan pengembangan destinasi).
Dalam sambutan pembukaan seminar, Komisaris GHE, I Made Ramia Adnyana, SE.,MM.,CHA menyampaikan industri pariwisata di Indonesia belum tergarap secara baik hingga ke hilir dan merata di seluruh Indonesia. Sehingga sangat urgent sekali dilakukan langkah-langkah konkret di level bawah yang menyentuh langsung para pelaku usaha. “Kami dari GHE berusaha semaksimal mungkin mengambil peran yang belum atau tidak sempat ditangani para stakeholder lainnya. Harapannya adalah SDM kita dapat berbuat banyak sebagai key player dan business leader yang dapat diperhitungkan secara internasional,” katanya.
Ia mengutarakan dengan kondisi di Indonesia yang akan menghadapi pesta demokrasi secara nasional pada 2019, pelaku industri harus jeli meraih peluang dan juga mengantisipasi kemungkinan tantangan yang dapat
mempengaruhi kondisi bisnis saat itu. Khususnya di Bali, karena industri pariwisata merupakan leading sector sebagai motor penggerak perekonomian dan pembangunan daerah, perlu diproteksi dengan baik serta diperjuangkan terus untuk menjadi industri yang tangguh dan semakin bermanfaat ke depannya.
Ditambahkan Yoga Iswara, BBA.,BBM.,MM.,CHA selaku President Director GHE, pariwisata adalah suatu industri yang fragile, sangat rentan terhadap segala isu atau kejadian-kejadian negatif dari segala aspek baik ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, force majeur dan lainnya. “Kita tidak khawatir berlebihan atau bahkan ketakutan menghadapinya, tapi sebaliknya bahwa kita selalu siap dengan berbagai strategi yang multi-applied sehingga bisnis tetap bisa berjalan tanpa harus dihantui management by crisis,” paparnya.
Ia mengaku bangga karena pelaku pariwisata antusias dalam mempersiapkan strategi untuk 2019. “Kita sangat bangga sekali antusias teman-teman sangat tinggi untuk mengikuti seminar ini, bahkan pendaftaran harus kami tutup 3 hari sebelum acara karena keterbatasan tempat. Aristotles mengatakan bahwa “In Every Difficulties, Lies Opportunity” adalah konsep kita menyiapkan diri secara matang dalam segala situasi. Seminar ini adalah celah mengintip peluang tersebut!” kata Yoga.
GHE merupakan mitra kerja akademis internasional dari American Hotel & Lodging Educational Institute (AHLEI) dan satu-satunya di Indonesia yang memiliki banyak program kerja dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya perhotelan dan kepariwisataan. Berdiri sejak 2017, dalam kegiatan ini sekaligus dilaksanakan juga acara potong tumpeng merayakan 1 tahun GHE berkontribusi pada industri pariwisata Indonesia.
Dilanjutkan dengan prosesi pengukuhan (inauguration) bagi peserta pelatihan dan sertifikasi internasional yang berhasil meraih gelar keahlian Certified Hotel Administratior (CHA) yang berkompetensi internasional serta mendapat pengakuan keahlian di seluruh dunia. “Tahun ini GHE berhasil mencetak 20 orang untuk program CHA,” ungkap Fransiska Handoko, CHA., CHIA. (kmb/balipost)