BANYUWANGI, BALIPOST.com – Kondisi kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) pasca-tsunami masih belum kondusif. Penjarahan marak. Akibatnya, para korban memilih meninggalkan kota tersebut. Salah satu daerah tujuannya Banyuwangi. Seperti dilakukan Muhammad Septian (32), warga Desa Pantoloan, Kecamatan Baya, Kabupaten Palu Utara. Bersama keluarga, pria yang juga petugas bea cukai tersebut memilih mengungsi ke kota kelahirannya, Banyuwangi.
Hujan tangis pecah ketika Muhammad Septian bersama istri dan kedua anaknya tiba di Bandara Banyuwangi, pukul 14.00 WIB. Keluarga yang menunggu sejak siang langsung menangis, persis di pintu kedatangan penumpang. Diduga syok, istri Muhammad Septian, Yayuk Murtini (32), langsung ambruk, pingsan.
Keluarga langsung membopongnya ke tempat duduk penjemputan. Tim medis bandara ikut memberikan pertolongan. “Istri saya masih syok, sempat terpisah dengan anak dan terjatuh saat menghindari terjangan tsunami. Kebetulan juga hamil muda,” kata pria yang akrab dipanggil Asep ini di bandara, Selasa (2/10).
Kapten kapal milik bea cukai tersebut menuturkan, saat gempa menerjang Palu, Jumat (28/9) siang, dirinya sedang pelatihan di Jakarta. Istri dan kedua anaknya, Davin (7) dan Safia (4), tinggal di rumah dinas. Hanya berjarak 150 meter dari bibir pantai. Begitu gempa, warga mengungsi, termasuk istrinya. Saat itulah, istrinya terjatuh. Anak keduanya terpisah. Beruntung, diselamatkan warga lain, sesama petugas bea cukai. “Waktu itu istri saya mengungsi ke atas bukit. Baru bertemu dengan anak kedua keesokan sore, Sabtu (29/9),” kisahnya.
Anak keduanya juga sempat terjatuh, memar di pelipis. Namun, seluruh keluarganya selamat. Mendengar kabar musibah, Asep pulang ke Palu. Istri dan kedua anaknya di evakuasi ke Balikpapan. Karena kondisi di Palu tak kondusif, rumah dinas yang ditempati juga rusak, Asep memilih mengungsikan keluarganya ke Banyuwangi. “Suasana masih belum kondusif. Penjarahan dan pasokan bahan pangan belum sepenuhnya normal. Jadi, keluarga kami ungsikan dulu ke Banyuwangi,” ujarnya.
Menurut Asep, warga Banyuwangi masih banyak yang menjadi pengungsi di Palu. Total sekitar 900 KK. Mereka banyak memilih ke bandara, menunggu proses evakuasi. Asep belum memastikan sampai kapan keluarganya mengungsi di Banyuwangi. Selama mengungsi, keluarganya menetap di rumah orang tuanya di Jalan Kepodang, Kelurahan Pakis, Kecamatan Banyuwangi. “ Kondisi rumah di Palu rusak parah. Barang-barang di toko juga tidak bisa diselamatkan,penjarahan marak,” ujar pria yang 8 tahun bertugas di Palu tersebut. Selain rawan penjarahan, warga masih trauma gempa susulan. (budi wiryanto/balipost)