Oleh Bambang Gede Kiswardi
Badan Usaha Milik Desa yang disingkat BUMDes menjadi perhatian dan isu yang sangat menarik dan strategis untuk dikaji, karena kelahiran BUMDes didorong melalui program pemerintah (top down) dan bukan dari masyarakat desa (button up). Justru awal kelahiran BUMDes dikhawatirkan prematur. Untuk itu, diperlukan perlindungan dan perkuatan melalui Undang–undang BUMDes.
Secara konstitusional BUMDes ke depan akan memiliki fondasi yang kokoh dan kuat. Karena sampai saat ini BUMDes belum memiliki undang–undang. Maka dari itu, pemerintah melalui pemerintahan desa harus bekerja sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan tokoh–tokoh masyarakat desa menyepakati membangun BUMDes melalui Musyawarah Desa (Musdes), agar keberadaan BUMDes dapat menjadi pilar ekonomi Desa.
Desa bisa menjadi episentrum terciptanya pemerataan kesejahteraan, keadilan ekonomi dan kemakmuran rakyat yang berlandaskan kekeluargaan, tolong-menolong dan gotong royong. Kebangkitan ekonomi desa akhir–akhir ini menjadi perhatian yang sangat strategis, karena adanya alokasi dana desa yang begitu besar dari tahun ke tahun yaitu, mulai tahun 2015 sebesar Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa, dan tahun 2016 sebesar Rp 46,9 triliun untuk 74.754 desa, sedangkan tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun untuk 74.954 Desa.
Pemerintah berkomitmen membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah–daerah dan desa–desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang dijabarkan ke dalam Program Nawa Cita dengan falsafah Tri Sakti menjadi rohnya Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Ini berarti masing–masing Desa akan memperoleh anggaran dana yang cukup besar. Kondisi seperti ini mampu mendorong lebih cepat untuk memperbaiki ketertinggalan ekonomi desa.
Pengembangan ekonomi desa diharapkan mampu memberikan kesejahteraan ekonomi sekaligus kemakmuran kepada masyarakat desa. Maka dari itu, pemanfaatan dana desa diarahkan untuk sebesar–besarnya membangun infrastruktur desa, juga percepatan pengelolaan usaha ekonomi desa yang berbasis sumber daya lokal (resources based) melalui membangun BUMDes. Dengan demikian, keberadaan BUMDes di seluruh desa di Indonesia menjadi sangat penting dan strategis dalam memperbaiki dan membangun ketertinggalan ekonomi desa.
Pemerintah desa melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan desa, yang dipisahkan agar jelas peruntukannya, dalam hal pengelolaan aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar–besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Keberadaan BUMDes dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan pelayanan umum yang dikelola oleh desa, yang tujuannya; (1). Meningkatkan perekonomian Desa. (2). Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat Desa. (3). Meningkatkan usaha masyarakat desa dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa. (4). Mengembangkan rencana kerja sama usaha antardesa atau dengan pihak ketiga. (5). Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan masyarakat desa pada khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. (6). Membuka lapangan kerja. (7). Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui perbaikan pelayanan umum. (8). Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli desa (Permen nomor 4 tahun 2015).
Pada era pascareformasi, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikan perhatian dan pemberdayaan yang sangat besar kepada desa–desa di seluruh Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 74.954 desa dengan jumlah penduduk yang tinggal di desa sebanyak 50,21 persen, dan jumlah penduduk desa yang produktif 52,9 persen, di samping itu desa memiliki potensi di bidang pertanian 82,77 persen (Bali Post, 2016 ). Ini berarti, desa menyimpan begitu banyak potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya ekonomi untuk dikembangkan maupun dikelola secara profesional, belum lagi persoalan pengelolaan kucuran alokasi dana desa yang begitu besar jumlahnya, yang mencapai rata–rata per desa miliaran rupiah. Kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan oleh berbagai elemen bangsa, bahwa sebagian besar sumber daya manusia pada pemerintahan desa (perangkat desa) masih rendah dan belum siap untuk merealisasikannya.
Pemerintah desa bersama Dewan Permusyawaratan Desa dan tokoh masyarakat desa mau tidak mau atau suka tidak suka harus siap menghadapi proses penyesuaian yang begitu besar dengan dinamika yang begitu cepat. Sampai saat ini, kelemahan yang sangat mendasar masih terlihat pada rendahnya kualitas sumber daya manusia di desa termasuk perangkat desa, di samping itu lemahnya sistem manajemen pemerintahan desa, sistem teknologi, dan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Maka dari itu, harus ada tenaga pendampingan yang berasal dari desa itu sendiri, agar bisa memahami karakteristik desa maupun karakteristik masyarakat desa tersebut, tentu harus menguasai aturan pemerintah serta wawasan pembangunan ekonomi dan wawasan adat serta budaya desa tersebut.
Untuk mewujudkan kondisi tersebut, diperlukan kajian strategi seperti; (1). Pengembangan kewirausahaan (entrepreneurship), di mana masyarakat desa harus menguasai jiwa kewirausahaan agar mampu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing bagi ekonomi desa yang diwadahi melalui BUMDes, sehingga mampu berpacu tidak lagi dengan mengandalkan sumber daya alam yang dimiliki, melainkan juga menggunakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan profesional, juga memiliki wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu, keunggulan kompetitif harus dibangun melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia di pedesaan juga kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian perlu memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan menjadi sangat penting dan strategis, karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa maupun perangkat desa.
Penulis, pemerhati ekonomi kerakyatan