BANGLI, BALIPOST.com – Listrik yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Dusun Bangklet, Desa Kayubihi, Bangli sudah mulai dijual secara resmi oleh Perusahaan Daerah Bhukti Mukti Bhakti (Perusda BMB) ke pihak perusahaan listrik negara (PLN). Penjualan dilaksanakan sejak Februari.
Hingga akhir September, total daya listrik yang telah dijual Perusda ke PLN mencapai 530.000 kWh. Direktur Perusda BMB Gusti Gede Satria Wira Tenaya saat dikonfirmasi Minggu (7/10) mengatakan, sesuai perjanjian jual beli listrik, besaran tarif listrik PLTS yang dibayar PLN ke Perusda BMB disesuaikan dengan Permen ESDM 39 tahun 2017 yakni Rp 750 per kWh.
Selama ini pembayaran atas penjualan listrik dilakukan PLN ke pihak Perusda setiap bulan. Dari kerjasama penjualan listrik hingga akhir September, pendapatan yang telah diterima perusda mencapai hampir Rp 400 juta.
Meski Perusda sudah bisa menghasilkan pendapatan dari keberadaan PLTS, namun Wira Tenaya mengaku pihaknya belum bisa memastikan berapa pendapatan yang akan disumbangkannya ke daerah. Mengenai hal itu, pihaknya mengaku masih menunggu hasil audit dari KAP dan BPK. “Terus terang kami belum punya gambaran. Nanti kita lihat saja dari hasil audit oleh KAP dan BPK,” terangnya.
Wira Tenaya juga mengatakan, pihaknya tidak bisa memasang target pendapatan dari hasil penjualan listrik PLTS tersebut. Pasalnya daya listrik yang diproduksi PLTS berkekuatan 1 MWp tidak selamanya stabil.
Produksi listrik PLTS sangat bergantung dari cuaca dan kondisi alam. Menurutnya, keberadaan PLTS yang dibangun 2012 itu sejatinya masih bisa dioptimalkan untuk menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Yakni dengan melakukan investasi teknologi baru. “Beberapa komponen bisa diganti dengan teknologi terbaru, yang lebih efisien sehingga ada potensi untuk menaikan pendapatan,” jelasnya.
Sementara itu, disinggung mengenai masih belum jelasnya pembayaran pemanfaatan daya listrik PLTS sebesar 3,8 juta kWh oleh PLN sejak 2013, Wira mengaku pihaknya masih menunggu arahan dari pemerintah pusat. Karena pembayaran itu perlu dasar hukum dan kejelasan besaran tarif yang harus dibayarkan PLN. (Dayu Swasrina/balipost)