BANGLI, BALIPOST.com – Bendungan diantara tiga kabupaten yakni Bangli, Gianyar dan Badung, kabarnya akan mulai dikerjakan awal 2019. Khusus di Kabupaten Bangli, ada puluhan hektar lahan milik warga yang segera dibebaskan untuk pembangunan bendungan tersebut.
Perbekel Desa Bunutin Made Subrata saat dikonfirmasi Minggu (7/10) mengatakan, rencana pembangunan bendungan terbesar ini sudah mencuat cukup lama. Bendungan setinggi 62 meter itu sempat direncanakan dibangun tahun ini. Namun batal karena masih ada kendala terkait pendataan untuk pelepasan lahan.
Kabar terbaru yang didapat, pembangunan bendungan akan mulai dikerjakan awal 2019 mendatang. “Awal tahun mendatang dipastikan akan mulai dibangun,” ungkapnya.
Dikatakan Subrata, ada lima desa di tiga kabupaten yang akan terkena mega proyek pembangunan bendungan itu. Lima desa tersebut yakni Buahan Kaja di Kabupaten Gianyar seluas 10 hektar lebih, Belok Sidan di Kabupaten Badung seluas 13 hektar lebih, serta Desa Bunutin, Mengani, dan Langgahan di Kecamatan Kintamani, Bangli dengan luas masing-masing 11,5 hektar, 12 hektar dan 1,5 hektar.
Sesuai penjelasan yang didapatnya, bendungan yang akan dibangun diantara tiga kabupaten tersebut nantinya akan menjadi bendungan yang terbesar di Nusa Tenggara (Nusra). Bendungan tersebut dibangun untuk kepentingan irigasi dan air bersih di beberapa kabupaten. Selain itu bendungan tersebut juga ke depannya dirancang untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Subrata mengatakan sejauh ini, rencana pembangunan bendungan itu masih dalam proses pembebasan lahan. Terkait hal itu pihaknya mengaku dalam waktu dekat akan segera mengumpulkan masyarakat di desanya untuk bertemu dengan BPN, Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Penida dan pihak Pekerjaan Umum (PU).
Dalam pertemuan itu nantinya akan dilakukan pembahasan dan pendataan secara detail mengenai status kepemilikan lahan, luas lahan masing-masing warga yang akan terkena proyek, termasuk pendataan pohon dan bangunan fisik yang ada di atas lahan. “Pendataan ini terkait kompensasi yang akan diberikan dari pemerintah untuk masyarakat,” jelasnya.
Selanjutnya, setelah diadakan pertemuan di masing-masing desa, akan dilakukan pula rapat lanjutan dengan melibatkan seluruh desa yang wilayahnya terkena proyek. Rapat itu dilakukan untuk membahas biaya ganti rugi lahan secara bersama-sama agar tidak terjadi ketimpangan yang terlalu jauh antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. “NJOP badung dan gianyar kan lumayan. Beda dengan Bangli. Jadi untuk itu perlu duduk bersama, biar nantinya tidak dikira pemerintah atau kami di desa yang main-main. Karena ini menyangkut uang yang lumayan besar. Ini riskan. banyak pihak yang memantau proses ini,” kata Subrata. (Dayu Swasrina/balipost)