DENPASAR, BALIPOST.com – Janji kampanye gubernur dan wakil gubernur Bali dipertanyakan pada saat Rapat Paripurna dengan agenda Pandangan Umum Fraksi di DPRD Bali, Selasa (9/10).
Menariknya, fraksi yang menagih janji kampanye tersebut justru fraksi PDI Perjuangan. Seperti diketahui, PDIP merupakan partai pengusung Wayan Koster-Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati saat Pilgub Bali 2018 lalu.
“Berkaitan dengan janji kampanye tentang kesehatan dan pendidikan gratis, kami mohon penjelasan rencana pelaksanaannya di tahun 2019,” ujar Pembicara Fraksi PDIP DPRD Bali, I Nyoman Laka.
Terkait pendidikan, Fraksi PDIP secara khusus sebetulnya menyinggung pula soal Sekolah Luar Biasa (SLB). Dalam hal ini, SLB C di Lumintang yang kondisinya sangat memprihatikan. Namun, siswa dan orangtua siswa tetap ingin bersekolah disana atau tidak mau dipindah ke SLB C di Jimbaran.
“Kami mengusulkan agar gubernur memikirkan solusi alternatif relokasi SLB di lokasi yang lebih mudah untuk dijangkau,” imbuh Laka.
Selain masalah SLB C, Fraksi PDIP juga menyoroti soal Pergub No.126 Tahun 2016 yang menyebabkan adanya penurunan tambahan penghasilan pegawai dan guru SLB secara drastis. Padahal di tahun 2013, guru SLB se-Bali pernah mendapat tambahan perbaikan penghasilan yang sifatnya khusus sesuai Pergub No.61 Tahun 2013. Saat itu, guru SLB mendapat tunjangan khusus yang berbeda dengan PNS lain karena memang menjadi guru SLB memerlukan keahlian khusus.
“Contoh, golongan 4 dapat sebesar Rp 4 juta, sekarang menjadi Rp 1 juta. Sedangkan golongan 3, dari Rp 3,5 juta menjadi Rp 850 ribu. Kami mengusulkan agar tunjangan guru SLB itu dikembalikan seperti semula,” jelas Laka.
Sementara itu, Fraksi Golkar meminta penjelasan tentang alokasi pendanaan untuk program prioritas gubernur. Seperti diketahui, ada 5 bidang program prioritas sesuai arah kebijakan program pembangunan Bali tahun 2018-2023 dengan pola pembangunan semesta berencana. Yakni, bidang sandang, pangan dan papan, bidang kesehatan dan pendidikan, bidang jaminan sosial dan ketenagakerjaan, bidang adat, agama, tradisi, seni, dan budaya, serta bidang pariwisata.
“Karena program prioritas ini merupakan komitmen dan janji gubernur terhadap rakyat Bali, tentu perlu adanya alokasi pendanaan yang memadai,” ujar Pembicara Fraksi Golkar, I Made Suardana.
Suardana menambahkan, Fraksi Golkar juga mendesak gubernur agar menindaklanjuti sejumlah perda untuk meningkatkan serta memperkuat pondasi perekonomian masyarakat Bali. Diantaranya, perda tentang perlindungan buah lokal dan perda tentang perlindungan, pemberdayaan, pembinaan koperasi, usaha mikro kecil dan menengah. Seiring dengan itu, perlu dikaji mengenai merebaknya toko-toko modern yang sudah merambah hingga ke desa.
“Menurut pengamatan Fraksi Golkar telah mematikan warung-warung tradisional yang dikelola dan dimiliki oleh masyarakat setempat,” jelasnya.
Anggota Fraksi Demokrat, I Komang Nova Sewi Putra menyebut kondisi fiskal Bali sangat rendah atau jauh dari kebutuhan yang memadai untuk mendukung pembiayaan pembangunan di segala bidang. Hal itu tampak dari besaran PAD dalam 5 tahun terakhir yang cenderung stagnan. Sumber pembiayaan sebagian besar mengandalkan APBN dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil.
“Kondisi fiskal yang sangat rendah ini mengakibatkan Pemerintah Bali tidak memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk mendukung pembangunan Bali di segala bidang khususnya untuk memelihara alam dan lingkungan, adat istiadat, agama, tradisi, seni, dan budaya, pembangunan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur Bali secara terintegrasi,” paparnya.
Menurut Nova, Fraksi Demokrat menyarankan agar Pemprov Bali kreatif dan inovatif menggali potensi sumber-sumber pendapatan baru. Namun sedapat mungkin tidak membebani masyarakat. Gubernur sendiri dipandang pesimis ketika menjabarkan beberapa asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,56-6,56 persen pada 2019. Padahal di tahun 2018, pertumbuhan ekonomi ditarget antara 6,60-7,20 persen. Kemudian inflasi yang ditargetkan 5,35-5,76 persen di 2019 atau sama dengan target 2018. Begitu juga target investasi pun tidak berubah dari 2018 sebesar Rp 14,72 triliun. Lalu, IPM yang ditarget mencapai 74,93-76,08 pada 2019 dari tahun 2018 yang mencapai 74,03-74,47.
Ketua Fraksi Panca Bayu, Kadek Nuartana juga menyebut gubernur pesimis saat menentukan target pendapatan asli daerah dalam rancangan APBD Induk 2019. Yakni Rp 3,416 triliun atau naik sebesar Rp 68 miliar (2,05 persen) dari sebelumnya Rp 3,348 triliun. Mengingat, realisasi PAD provinsi Bali sampai Agustus 2018 saja telah mencapai Rp 2,413 triliun. Bila dihitung dengan cara sederhana, sebetulnya bisa diperoleh angka Rp 3,620 triliun.
Anggota Fraksi Gerindra, I Wayan Tagel Arjana justru menilai gubernur lebih realistis dalam menentukan target pada rancangan APBD 2019. Apalagi melihat perekonomian secara global terjadi pelemahan, tentunya akan berdampak pada pelemahan perekonomian nasional termasuk Bali.
“Akan tetapi mengingat kebutuhan biaya pembangunan yang setiap tahun selalu meningkat, sudah barang tentu kita mesti mencari terobosan-terobosan dalam capaian-capaian pendapatan bila perlu melampaui target yang direncanakan,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Tagel, dapat lebih maksimal dalam merespon kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang diimplementasikan dalam program-program pembangunan. Usulan dewan untuk menggali sumber-sumber pendapatan mesti dipertimbangkan untuk sesegera mungkin diwujudkan. (rindra/balipost)