JAKARTA, BALIPOST.com – Perbaikan gizi pada seribu hari pertama menjadi program utama dalam mengentaskan stunting. Ada 4 strategi yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, yakni diversifikasi pangan, fortifikasi, suplementasi, dan pemberian pangan berbasis lokal.

Pada perbaikan gizi ini, ikan masuk dalam kategori dari 4 strategi yang dilakukan Kemenkes. Karena ikan merupakan sumber protein dan asam essensial yang potensial memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Baca juga:  Kepala Daerah Diminta Turunkan Angka Prevalensi Kekerdilan dan Stunting

Menurut Direktur Gizi Masyarakat, Kemenkes, Doddy Izwardy mengatakan prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong tinggi. Kasus stunting mengalami penurunan sebesar 3,6 persen berdasarkan data 2013-2016. Penurunan kasus dari 37,2 menjadi 33,6 persen.

Hal ini sangat ironis karena Indonesia merupakan negara maritim yang mempunyai sumber protein, yakni ikan, tapi kasus stunting cukup tinggi. Untuk mendukung peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas protein, terutama ikan dibentuk jejaring bernama I-Plan. “I-Plan ini baru cikal bakal awal. Di negara maju sudah berhasil jejaring ini,” katanya.

Baca juga:  Wabup Suiasa Pimpin Rakor Percepatan Penurunan “Stunting”

Dunia ini, sebutnya, berbicara tentang hal itu. Dijaga kualitas pangannya sehingga sampai ke meja makan keamanannya bisa dipertanggungjawabkan.

Konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia terbilang rendah. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2017 melaporkan, tingkat konsumsi ikan di Indonesia baru mencapai 47,35 kilogram per kapita per tahun.

Angka tersebut relatif rendah dibandingkan negara maju lainnya di Asia. Konsumsi ikan di Singapura mencapai 80 kg per kapita per tahun, Malaysia makan ikan 70 kg per kapita per tahun, dan Jepang mencapai hampir 100 kg per kapita per tahun. (kmb/balipost)

Baca juga:  Jelang Pengumuman Evaluasi PPKM, Bali Catatkan Tambahan Kasus 2 Digit
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *