MANGUPURA, BALIPOST.com – Belum lama diresmikan Presiden RI Joko Widodo, bangunan pedestal yang menopang Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) menuai kritik DPRD Bali. Pasalnya, bangunan setinggi 46 meter itu tidak memakai arsitektur khas Bali.
Hal itu dinilai tidak linier dengan kemegahan patung GWK yang menjadi ikon baru pariwisata Bali sekaligus kebanggaan Indonesia. “Kita berterima kasih tahapan untuk patung sudah rampung, tetapi kita kecewa juga melihat gedung pedestal. Kita mengkritik keras itu harus memakai stil Bali karena kalau kita pertahankan begitu, tidak masuk dia. Tidak linier dari atas ke bawah,” ujar Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nengah Tamba dikonfirmasi via telepon usai melakukan sidak ke GWK Cultural Park, Senin (15/10).
Bila perlu, lanjut Tamba, desain arsitektur khas Bali untuk bangunan pedestal dilombakan saja. Dengan demikian, para arsitek di Bali bisa berkreasi untuk menyempurnakan patung GWK sebagai sebuah bangunan yang monumental dan tidak meninggalkan satu kecacatan.
Apalagi, patung GWK baru bisa terwujud setelah 28 tahun berkat dukungan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Lebih baik lagi jika seluruh bangunan di GWK Cultural Park juga menggunakan arsitektur khas Bali. “Patungnya memang sudah dikerjakan putra Bali, Pak Nuarta. Sekarang desain arsitektur khas Bali pada bangunan pedestal pun harus di-beauty contest sehingga betul-betul menjadi hasil kreasi orang Bali,” jelas Politisi Partai Demokrat ini.
Tamba menambahkan, dewan akan terus mengejar sampai bangunan pedestal benar-benar dilengkapi dengan arsitektur khas Bali. Selain masalah arsitektur, pihaknya juga melihat ada tanah Pemprov Bali yang letaknya bersebelahan dengan GWK Cultural Park.
Tanah itu belum dimanfaatkan untuk menunjang GWK Cultural Park karena memang belum dikerjasamakan. “Jadi sifatnya masih terlantar. Apakah kita nanti membuat negosiasi dengan GWK agar dimanfaatkan oleh GWK sehingga nantinya ada kontribusi untuk Pemprov Bali,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)