TABANAN, BALIPOST.com – Sampah bisa menjadi sembako bahkan bisa membayar iuran bulanan BPJS. Penukaran sampah menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat ini diterapkan di Desa Jatiluwih lewat TPS (Tempat Pengelolaan Sampah) 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang dikelola manajamen DTW Jatiluwih.
Hasilnya, masyarakat sedikit demi sedikit mulai sadar mengelola sampah di tingkat rumah tangga. Tentunya menjadikan Desa Jatiluwih terutama DTW nya menjadi lebih bersih dan bebas sampah.
Perbekel Jatiluwih, Nengah Kartika memaparkan warung sampah ini diterapkan sejak lima bulan yang lalu. Masyarakat yang menukar sampah anorganiknya untuk berat tertentu bisa menukarkannya dengan sembako baik itu gula dan beras. Untuk pengelolaan sampah, Desa Jatiluwih sendiri sudah memiliki TPS 3R yang mana memungut sampah ke rumah-rumah sesuai jadwal. “Pengelolaan sampah diserahkan ke manajemen DTW Jatiluwih,” ujar Kartika.
Menurut Kartika sebelum adanya TPS 3R masih ada warga Jatiluwih yang membuang
sampah anorganiknya di pekarangan atau membakarnya. Namun saat ini kebiasaan tersebut sudah jauh berkurang.
Manager DTW Jatiluwih, Nengah Sutirtayasa mengatakan sejak awal pembentukan badan pengelola DTW Jatiluwih, yang menjadi permasalahan adalah sampah. Untuk menangani ini, pihak badan pengelola telah memberikan satu spot pengalokasian dana dalam hal penanganan sampah tidak hanya di areal DTW tetapi Desa Jatiluwih secara keseluruhan. Besaran dana mencapai Rp 500 juta per tahun.
Sutirtayasa melajutkan saat TPS 3R dibentuk pada tahun 2016, awal kegiatannya adalah mengumpulkan dan mengolah sampah organik menjadi pupuk serta menjual sampah organik ke pengepul. Namun ada beberapa sampah anorganik seperti bungkus mie atau plastik ukuran kecil yang tidak laku jika dijual ke pengepul.
Agar sampah-sampah ini bisa menjadi hal berguna dan tidak terbuang percuma serta semakin meningkatkan minat masyarakat untuk memilah sampah dibuatkanlah program warung sampah. Dengan berat tertentu masyarakat bisa menukarnya dengan sembako. Bahkan bisa untuk membiayai iuran BPJS. ‘’Jadi lewat sampah, bisa untuk iuran kesehatan mereka,’’ jelas Sutirtayasa.
Sampah-sampah anorganik yang ditukarkan lewat warung sembako ini terutama yang tidak populer di kalangan pengepul. “Untuk sampah anorganik tidak populer ini harga jualnya memang rendah. Tetapi yang penting mengurangi pembuangan sampah di lingkungan,’’ jelas
Sutirtayasa.
Lewat program warung sampah ini, residu atau sampah yang tidak terkelola di TPS3R menjadi sedikit berkurang. Berdasarkan data, sampah yang dikumpulkan TPS3R sebelumnya mencapai 20 meter kubik per hari dengan rincian residu 60 persen, organik 15 persen dan non organik 25 persen. Saat ini volume sampah yang terkumpul di TPS 3R meningkat menjadi 25 meter kubik dengan rincian residu 50 persen, organik 20 persen dan non organik 30 persen.
Dari data dapat digambarkan meski terjadi peningkatan pengumpulan sampah, tetapi sampah residu atau tidak terkelola mengalami penurunan. Untuk mengatasi sampah residu ini kata Sutirtayasa pihak pengelola bekerjasama dengan DLK Kabupaten diangkut ke TPA. “Ke depan sampah residu ini akan semakin ditekan dengan cara pemilahan langsung di sumber penghasil sampah,” ujar Sutirtayasa. (Wira Sanjiwani/balipost)