Peternak ayam petelur mengeluhkan kenaikan harga pakan. (BP/san)

TABANAN, BALIPOST.com – Jika peternak babi masih menuai untung di tengah kenaikan harga pakan, kondisi ini tidak berlaku bagi peternak ayam petelur. Kenaikan harga pakan yang terjadi hampir setiap minggu tidak diiringi dengan membaiknya harga jual telur.

Salah satu peternak telur di Desa Buruan Penebel, Darma Susila, Selasa (16/10), mengatakan kenaikan harga pakan ternak terjadi karena melemahnya nilai tukar rupiah. Pelemahan rupiah ini telah membuat kalangan pabrik pakan melakukan penyesuaian harga jual untuk produk pakannya. Alasannya kenaikan ini sama karena bahan baku atau kandungan pakan masih harus diimpor.

Kenaikan ini juga dipengaruhi dengan naiknya harga produksi untuk bahan baku pakan yang bersumber dari kandungan lokal. Diantaranya, jagung yang sebelumnya dibandrol Rp 3.500 per kg, kini sudah naik menjadi Rp 5.500 per kg. Begitu juga harga dedak sudah naik dibandrol Rp 4.000 per kg. “Akibatnya harga pakan dari pabrikan hampir setiap minggu naik, dan setiap kenaikan rata-rata mencapai Rp 150 per kg. Terakhir harga pakan ini sudah mencapai Rp 6.000 per kg,” tuturnya.

Baca juga:  Di Inmendagri PPKM Terbaru, Jumlah Tes COVID-19 Harian Bali Harus Capai Segini

Jelas Darma, kenaikan harga pakan dari pabrikan ini sudah terjadi tiga kali. Kenaikan pertama terjadi ketika rupiah berada di level Rp 14 ribuan, selanjutnya seiring dengan makin melemahnya rupiah harga pakan tersebut kembali naik hampir setiap minggu. Bahkan ada informasi dari pihak pabrikan harga pakan ini akan kembali naik lagi seiring dengan posisi rupiah yang sudah berada di level Rp 15.200.

Baca juga:  Waspadai Penyakit Babi Mewabah, Bupati Bangli Keluarkan SE

Kenaikan harga pakan ini sangat membebani peternak. Sebab, tidak diiringi dengan harga jual telur yang membaik.

Harga telur ayam di Bali saat ini menyentuh Rp 1.050 per butir atau sudah di bawah HPP Rp 1.100 per butir. “HPP telur ini sebelumnya ditetapkan pemerintah berbarengan dengan lonjakan harga daging ayam, dimana tujuannya untuk menekan harga dipasaran. Memang kebijakan itu berhasil, namun penurunan yang diharapkan pemerintah ini malah terkesan tidak terkendali,” ujarnya.

Baca juga:  Peternak Ulat Sutra Kewalahan Permintaan

Hal ini bisa dilihat dengan kondisi saat ini, biaya produksi naik karena dampak mahalnya pakan tetapi harga telur ayam tidak mengikuti dan malah cenderung turun. Tidak berhenti disitu saja, permasalahan ditambah dengan melemahnya serapan telur ke pasar. Hal ini menyebabkan banyak telur di sejumlah peternak menumpuk dan belum terjual.

Akibatnya banyak peternak yang merugi dalam mengelola usaha ternak telurnya karena biaya operasional yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan yang didapat. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *