Gubernur Bali, Wayan Koster (kiri) dan wakilnya, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. (BP/dok)

Oleh Rando Carrolina

Visi misi yang dicanangkan Gubenur Bali wayan koster dan wakilnya Cok Ace untuk menuju era baru, yaitu era yang ditandai dengan tatanan kehidupan baru, sudah harus mulai digerakkan. Dalam menjalankan visi misi tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Banyak hal yang harus diselaraskan dengan masa pemerintahan sebelumnya, seperti capaian-capaian kinerja pada masa pemerintahan sebelumnya. Capaian kinerja yang sering digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan kepemimpinan adalah nilai indikator-indikator strategis pembangunan menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik. Salah satu indikator strategis yang membuat mata khalayak meliriknya adalah indikator kemiskinan.

Tanggal 17 Oktober merupakan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia. Setiap wilayah memberikan perhatian besar terhapat indikator kemiskinan, demikian pula halnya dengan Bali. Bahkan, dalam Sustainable Development Goal (SDGs) dinyatakan bahwa no poverty (tanpa kemiskinan) sebagai poin pertama prioritas.

Indikator kemiskinan pada dasarnya mengindikasikan adanya ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang pada akhirnya membawa dampak ke berbagai permasalahan, seperti kekurangan gizi, rentan terhadap penyakit, serta tidak mampu menikmati pendidikan.

Jika dilihat sejak lima tahun terakhir (September 2013), persentase jumlah penduduk miskin berkisar pada angka 4 hingga 5 persen, hanya pada lima semester awal persentase jumlah penduduk miskin menunjukkan peningkatan hingga puncaknya mencapai 5,25 persen pada September 2015. Selanjutnya, penurunan persentase jumlah penduduk miskin mulai tampak hingga mencapai level terendah dalam lima tahun terakhir ini, yaitu pada periode Maret 2018 yang mencapai 4,01 persen.

Baca juga:  Mudik, Tradisi Sosial yang Sangat Sulit Diubah

Persentase jumlah penduduk miskin tersebut diukur oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan ini dipakai BPS sejak tahun 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu (apple to apple).

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan makanan). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan itulah yang dikatakan sebagai penduduk miskin.

Dalam fluktuasi persentase jumlah penduduk miskin tersebut terdapat garis kemiskinan yang selalu meningkat yang salah satunya dipengaruhi oleh inflasi. Secara rata-rata, peningkatan garis kemiskinan dalam sepuluh semester terakhir ini berkisar Rp 11.000 per semester, mulai dari Rp 284.008,56 pada September 2013 menjadi Rp 382.598,00 pada Maret 2018.

Baca juga:  Dongkrak Pemulihan Pariwisata Ekonomi, Gubernur Koster Apresiasi Kongres PSBI IV di Bali

Melihat persentase jumlah penduduk miskin yang masih dengan betahnya bertengger pada angka 4 hingga 5 persen tersebut, sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam. Sudah banyak usaha yang dilakukan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Usaha pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan sebetulnya sudah dilakukan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Inpres Desa Tertinggal.

Selain itu, pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan telah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang diketuai langsung oleh Wakil Presiden. Tak ketinggalan pula, pemerintah juga membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang sejalan dengan pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di gedung DPR, Jakarta, pada 17 Juli 2018. Beliau menyatakan bahwa pemerintah menjaga kestabilan harga makanan secara tidak langsung sebenarnya untuk mendapatkan tingkat kemiskinan yang menurun akibat turunnya garis kemiskinan.

Sejalan dengan itu, pemerintahan Bali yang baru saat ini telah menyusun visi misi yang salah satunya bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Hal ini tercermin seperti yang diutarakan Gubernur Bali saat masa kampanye. Gubernur mengatakan bahwa percepatan infrastruktur dapat menekan pertumbuhan kemiskinan. Salah satu infrastruktur yang akan dibangun adalah jalur singkat yang menghubungkan Denpasar-Singaraja.

Baca juga:  Hadiah Panglima TNI, Tiga Gubernur Dibekali Senjata Api

Selain itu, beliau juga berkomitmen untuk mempercepat pembangunan bandar udara di Buleleng dan meningkatkan taraf Pelabuhan Celukan Bawang menjadi pelabuhan berstandar internasional. Di bidang pendidikan, beliau berencana membangun pusat pendidikan dengan keahlian profesional khusus di Buleleng, sedangkan di Karangasem akan membangun SMA tanpa biaya.

Sejatinya, kemiskinan dapat diturunkan dengan lebih maksimal tidak hanya melalui tangan pemerintah, namun juga harus didukung oleh semua kalangan masyarakat, baik masyarakat miskin maupun kaya. Dengan dukungan penuh masyarakat, pembangunan di Bali akan dilaksanakan dengan pendekatan konsep satu kesatuan wilayah atau lebih akrab disebut One Island One Managament and One Commando, sehingga diharapkan pemerataan pembangunan di Provinsi Bali lebih terarah, termasuk mengentaskan kemiskinan hingga level terendah. Dengan demikian, visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang merupakan harga mati untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Bali secara sekala maupun niskala dapat dicapai.

Penulis, Aparatur Sipil Negara (ASN)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *