DENPASAR, BALIPOST.com – Sungai di Bali tidak hanya mengalami masalah pencemaran sampah dan limbah. Tapi juga memiliki persoalan dalam hal debit air. Data Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida mencatat ada 391 sungai di Bali. Namun tidak semuanya terisi air yang mengalir terus menerus sepanjang tahun.
“Hanya sedikit yang mengalir terus menerus sepanjang tahun. Separuhnya-lah kira-kira. Selebihnya itu sungai temporer. Kalau musim hujan ada airnya, kalau musim kemarau kayak gini tidak ada air,” ujar Kepala BWS Bali-Penida, I Ketut Jayada, ST dikonfirmasi, Kamis (18/10).
Jayada menambahkan, sungai yang mengalir sepanjang tahun pun debitnya tak selalu tinggi. Pada saat musim kemarau, air sungai bisa surut atau volumenya mengecil. Teori klasiknya, hal itu memang terjadi karena daerah resapan air di hulu kini mulai berkurang jumlahnya. Daerah yang dulunya hutan, sekarang banyak berubah menjadi kebun. Selain itu, disebabkan juga oleh penggunaan air saat ini yang tinggi sekali bila dibandingkan dulu.
“Pengguna terbesar air itu adalah pertanian, sawah. Jadi, hampir semua sungai bertumpuk-tumpuk dibendung (untuk) irigasi. Sisa-sisanya di hilir baru kita pergunakan untuk air minum,” jelasnya.
Menurut Jayada, empat danau yang ada yakni danau Batur, Buyan, Beratan, dan Tamblingan berkontribusi besar untuk keberlangsungan 1300-an mata air yang terdeteksi di Bali. Mata air inilah yang mengalir menjadi sungai. Itu artinya, danau memegang peranan penting dalam siklus air di pulau dewata sehingga harus dijaga agar jangan sampai kering.
“Danau harus dilestarikan, kemudian secara umum tutupan hutan harus kita jaga terus. Alih fungsi lahan harus kita hindari, kemudian ada satu lagi yang penting yakni menambah danau baru dengan membuat bendungan,” paparnya.
Bicara pencemaran sungai, lanjut Jayada, secara umum sungai-sungai di perkotaan yang terganggu dengan itu. Sebagai contoh, Tukad Badung, Tukad Ayung dan Tukad Mati, yang mengalir di Kota Denpasar. Padahal debit airnya terbilang cukup, namun kualitas air sudah berkurang akibat sampah dan limbah rumah tangga. Pencemaran yang sama juga terjadi di Tukad Buleleng di tengah Kota Singaraja.
“Kalau sungai-sungai lain, seperti Tukad Unda itu bagus kualitasnya, belum tercemar. Yang di Tabanan, Negara, Buleleng (kualitasnya juga bagus, red). Kondisi secara umum, kalau yang di luar perkotaan kualitasnya bagus, cuma yang menjadi masalah adalah ketersediaan airnya,” terangnya.
Jayada melanjutkan, pihaknya kini tengah gencar melakukan penataan sungai-sungai di perkotaan. Dalam hal ini, sungai diperlakukan sebagai beranda. Semua rumah di sekitar sungai agar menghadap ke sungai. Sebab, rumah yang membelakangi sungai cenderung membuat penghuninya membuang sampah sembarangan.
“Untuk menjadi beranda itu tidak mudah, yang memegang peranan ini pemerintah daerah karena terkait tata ruang dan perijinan. Harus ditata lagi. Harus ditaati sempadan sungai,” pungkasnya. (rindra/balipost)