DENPASAR, BALIPOST.com – Rancangan perda tentang kesejahteraan lanjut usia terus dimatangkan oleh Pansus di DPRD Bali. Seperti, Kamis (18/10), Pansus kembali melakukan pembahasan terkait rumah singgah lansia, penghargaan untuk masyarakat yang berjasa dalam meningkatkan kesejahteraan lansia dan lansia yang berjasa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta pembiayaan oleh APBD dan APBDesa.
Ketua Pansus Ranperda tentang Kesejahteraan Lansia, I Nyoman Parta secara khusus menjelaskan tentang rumah singgah lansia yang memiliki konsep berbeda dengan panti jompo ataupun graha wredha. Lansia dalam panti jompo sudah pasti terlantar dan tinggal permanen disana.
Sementara graha wredha adalah tempat untuk para lansia bertemu dan bercengkrama, serta mengkontribusikan pemikiran atau transfer knowledge dan bertukar pengalaman. Baik antara sesama lansia dengan lansia maupun antara lansia dengan siswa, mahasiswa, dan lainnya.
“Kalau rumah singgah konsepnya ada dua. Pertama, menjadi tempat singgah bagi lansia yang sedang mengikuti proses pelayanan kesehatan. Agar tidak pulang lagi ke Karangasem atau Buleleng misalnya, padahal 2 atau 3 hari lagi harus dapat pengobatan lanjutan,” ujarnya.
Fungsi kedua, lanjut Parta, untuk membantu keluarga yang ingin menitipkan lansia karena harus bepergian atau hal lain. Namun, para lansia yang dititipkan di rumah singgah bersifat sementara antara 3 hari sampai seminggu.
Politisi PDIP ini berharap rumah singgah dapat direalisasikan di 2019 memakai dana APBD Provinsi. Lantaran bukan panti jompo, rumah singgah akan dirancang untuk 10 sampai 15 orang. Mengenai hal-hal teknis seperti biaya penitipan dan lainnya, diatur lebih lanjut dalam peraturan gubernur. “Saya yakin perda ini akan membumi, perda ini tidak akan menjadi macan ompong. Pertama karena banyaknya SKPD yang terlibat. Di dalam perda ini kita keluar dari mainstream lama, seolah-olah lansia itu hanya urusan dinas sosial,” imbuh politisi asal Guwang, Gianyar ini.
Menurut Parta, BP3A Provinsi Bali juga dilibatkan karena lansia di Bali banyak berjenis kelamin perempuan. Kemudian, Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali untuk urusan menjaga kebugaran lansia khususnya lewat senam, dan Dinas PMD Provinsi Bali karena lansia lebih banyak berada di desa.
Ranperda inipun sudah mendapat apresiasi dari Kementrian Desa dan Bappenas karena dinilai responsif. “Tidak ada perda lain mengatur tentang rumah singgah, graha wredha, dan tidak ada perda lain yang mengatur secara rigid tentang sekaa wredha yang di Jawa disebut dengan karang wredha. Nanti di setiap desa akan ada organisasi yang disebut dengan sekaa wredha,” imbuhnya.
Parta menambahkan, organisasi ini memungkinkan lansia untuk mengurus dirinya sendiri atau lansia mengurus lansia. Para lansia juga dapat mengkoordinir kegiatan sendiri mengundang dokter, perawat dan bidan untuk memeriksakan kesehatannya secara rutin.
Termasuk mengundang para penceramah agama hingga pendataan administrasi kependudukan. Hal yang paling penting, para lansia turut menyiapkan pra lansia (usia 50-59 tahun) menjadi lansia. Mengingat sekarang, 10,5 persen dari penduduk Bali adalah lansia.
“Mentalnya ini harus disiapkan karena saatnya nanti harus jadi lansia. Mereka sekarang misalnya masih punya jabatan menjadi kepala dinas, nanti umur 60 sudah pensiun. Ini harus disiapkan biar tidak post power syndrome,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)