MANGUPURA, BALIPOST.com – Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam 4 tahun terakhir fokus pada pembangunan infrastruktur. Baik berupa jalan tol, airport baru, pembangunan terminal baru untuk airport, perpanjangan runway, pembangunan pelabuhan, serta bendungan. Anggaran yang digelontorkan pun tak main-main, mencapai kurang lebih Rp 400 triliun dari sebelumnya.

Padahal, tahun lalu hanya sekitar Rp 150 sampai Rp 160an triliun saat 4 tahun lalu. “Ini (infrastruktur) yang gede-gede, kemudian yang sedang, yang kecil itu siapa? Ya… provinsi, kabupaten, kota, dan desa. Harusnya arahnya ke sana sehingga pembagian kerja itu menjadi jelas. Jangan semuanya dari pusat, harus bagi-bagi kita ini,” ujar Presiden RI Joko Widodo di Lotus Pond, GWK Cultural Park, Jumat (19/10).

Baca juga:  Digagalkan Penyebaran 5 Kilo Ganja

Pembangunan infrastruktur dengan anggaran pusat ini, lanjut Jokowi, juga harus terkoneksi dengan dana desa. Dengan begitu, infrastruktur dari daerah perkotaan besar hingga pelosok-pelosok desa bisa tersambung seluruhnya. “Percuma ada jalan besar, jalan tol rampung, tapi jalan desanya tidak bisa dilewati atau rusak. Semuanya harus sambung dari yang kecil sampai yang besar,” jelasnya.

Menurut Jokowi, dana desa terus meningkat sejak digulirkan di tahun pertama sebesar Rp 20 triliun. Setelah itu naik menjadi Rp 47 triliun, Rp 60 triliun, dan tahun depan sudah dirancang Rp 70 triliun.

Baca juga:  Nihil Tambahan Korban Jiwa COVID-19, Kasus Baru Bali Masih 2 Digit

Termasuk merancang dana untuk kelurahan dan dana operasional desa kurang lebih 5 persen. Rancangan peningkatan alokasi dana desa hanya tinggal menunggu persetujuan dari DPR RI.

Dana desa yang terus membesar ini, penggunaannya harus tepat sasaran, tepat guna, dan bermanfaat bagi masyarakat. Gubernur, bupati, walikota dan semua pihak memiliki tugas untuk mengawasi penggunaan dana desa itu.

Misalnya saat suatu desa ingin membangun jalan atau saluran irigasi, bahan-bahan seperti pasir, batu, dan semen untuk membangun, agar diusahakan jangan “belanja” di kota melainkan dari desa itu sendiri atau maksimal di kabupaten desa itu berada. “Jangan belinya ke kota, apalagi sampai beli ke Jakarta. Duitnya balik lagi ke kota atau ke Jakarta,” jelasnya.

Baca juga:  Hamdani Rasakan Jadi Pengayah Krama Bali

Ia menekankan usahakan uang itu berputar di desa, di kecamatan atau maksimal di kabupaten. “Jangan keluar dari situ karena semakin besar perputaran uang di sebuah daerah, itu akan meningkatkan kesejahteraan,” jelasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *