NEGARA, BALIPOST.com – Pura Pesimpangan Penataran Ped Lan Batu Medau Banjar Adat Anyar Sari, di Banjar Anyar Sari Desa Nusasari, Kecamatan Melaya, Jembrana belakangan ini ramai dibicarakan kalangan spiritual. Pasalnya di pura ini ada batu yang dinilai aneh tapi nyata.
Batu itu jenis batu karang yang ditempatkan di sisi selatan tembok panyengker areal madya mandala pura. Batu itu diketahui dan dipercaya hidup. Batu itu berbentuk lonjong. Kehidupan pada batu itu pun terasa secara sekala, dengan batu yang terus membesar seiring perjalanan waktu.
Dari informasi belum lama ini, batu yang dipercaya hidup tersebut, selama 4 tahun setelah ditemukan, bertambah dua kali lipat. Awalnya ditemukan sepanjang 40 centimeter, kini sudah mencapai panjang sekitar 80 centimeter.
Begitu juga lebarnya, yang dulunya diperkirakan hanya mencapai sebesar paha orang dewasa, sudah hampir dua kali ukuran paha orang dewasa. Dari pengamatan batu itu dipasangi wastra poleng (kain hitam-putih).
Di sebelah kanan batu yang juga tepat berada di sebelah timur Pura Ratu Gede di areal Pura Pesimpangan Penataran Ped lan Batu Medau Banjar Adat Anyar Sari tersebut, juga berjejer dua batu yang berukuran lebih kecil. Sementara di samping kiri pondasi tempat jejeran batu tersebut, berdiri sebuah pohon pule.
Salah satu tokoh penglingsir di Pura Pesimpangan Penataran Ped lan Batu Medau Banjar Adat Anyar Sari, I Wayan Murtana (54) mengatakan dulu waktu ditemukan pertama kali batu itu tidak sebesar seperti sekarang. Batu itu lama kelamaan terus semakin lebar dan semakin panjang.
Murtana didampingi Mangku Pura Segara di pura setempat, Jro Mangku I Wayan Patrianta (47) mengisahkan, batu hidup ini, sebenarnya pertama ditemukan oleh Jero Mangku sekitar 2014 lalu. Saat itu Jro Mangku Patriana masih sebagai Kelian Banjar Adat Anyar Sari.
Dia secara tidak sengaja menemukan batu tersebut, ketika berjalan-jalan di pesisir Pantai Anyar Sari, sekitar 200 meter di sebelah timur Pura setempat. Dikatakan saat mendapat batu itu awalnya dia melihat benda bersinar putih, dan dia mengira ikan.
Namun setelah didekati, ternyata batu. Saat pertama bentuknya seperti tanduk kerbau, dengan ukuran sekitar paha orang dewasa dengan panjang sekitar 40 centimeter.
Setelah menemukan batu menyerupai tanduk kerbau tersebut, dirinya langsung mengambilnya, dan berencana membawa pulang untuk digunakan hiasan di rumahnya. Namun ketika hendak pulang, dan tepat sampai di pesisir pantai sebelah selatan areal pura, kakinya seketika terasa gemetar.
Merasakan gemetaran yang dinilai juga cukup aneh, dia pun membuang batu tersebut. Saat membuang batu itu, Jro Mangku Patrianta sengaja melemparkan ke laut, agar tidak sampai membahayakan anak-anak yang biasa bermain di pesisir pantai.
Sehari setelah dibuang Jro Mangku Patrianta, tiba-tiba batu itu pun kembali ditemukan terdampar di pesisir pantai oleh Murtana. Saat itu, Murtana yang hendak mencari ikan menuju pantai, dengan melewati pintu gerbang bagian samping selatan areal pura.
Dia langsung merasa tertarik untuk mengambil batu menyerupai tanduk kerbau tersebut, untuk disimpan di areal pura, dengan cara dilempar sembarang dari luar tembok selatan pura. Namun aneh meski dilempar secara sembarang, batu menyerupai tanduk kerbau tersebut, tepat jatuh dengan posisi berdiri. “Batu itu aneh begitu saya lempar kok bisa berdiri. Padahal, ujungnya yang satu itu, permukaannya bulat, tidak datar. Kalau secara logika, bentuk batu seperti tanduk kerbau, dengan permukaan bulat, harusnya rebah ke samping. Ini malah berdiri,” sambung Murtana.
Meski merasakan keanehan dengan batu yang tiba-tiba berdiri itu, Murtana sempat cuek. Namun begitu Murtana menceritakan keanehan terhadap batu tersebut, Mangku Pura Ratu Gede di areal setempat, Jro Mangku Ketut Merta, akhirnya memasang wastra poleng pada batu tersebut.
Begitu juga di samping kanan batu tersebut, juga dijejerkan dua batu lainnya yang memang sudah ada sebelumnya di sekitar sisi selatan tembok panyengker areal madya mandala pura tersebut. Kemudian berselang sekitar 6 bulan setelah ditaruh di areal pura setempat, tepat ketika odalan di pura setempat yang jatuh setiap Budha Cemeng Klau semasih sekitar tahun 2014, saat hendak mengganti wastra poleng pada batu tersebut, barulah disadari batu karang tersebut, ternyata bertambah besar.
Murtana mengatakan saat itu akan mengganti wastra. Berselang 6 bulan setelah ditemukan, dia baru sadar kalau ternyata batu ini hidup. Batunya nambah panjang dan lebar. “Itu juga saya lihat sendiri dari wastra yang digunakan menutup batu ini. Awalnya, batunya semua ditutup wastra, tetapi waktu mau mengganti wastra, ujung batunya keluar melewati ujung wastra, ada sekitar 10 centimeter dari wastra,” ujar Murtana.
Ketika menyadari batu yang membesar itu, Murtana pun sempat berusaha meyakinkan para krama sekitar, jika batu tersebut memiliki kekuatan mistis. Namun saat itu, banyak krama pengempon yang tidak percaya, dan mencemooh batu yang ikut disucikan di areal pura setempat.
Bahkan para krama yang mencemooh tersebut, mengalami kejadian mistis, secara tiba-tiba mengalami panas dingin dan terus mengalami mimpi buruk yang juga berkaitan dengan keberadaan batu tersebut. Ketika berusaha meminta petunjuk secara niskala, para krama itu pun diminta ngaturan guru piduka (permohonan maaf) di batu yang sempat dicemooh itu.
Akhirnya sakit serta mimpi buruk yang dialami mereka pun hilang. Sekarang, katanya, tidak ada lagi yang berani ngomong macam-macam. Apalagi mereka kini makin sadar, kalau memang batu ini memang benar-benar hidup, terus semakin membesar.
Murtana yang juga menjadi Ketua Panitia Pembangunan di Pura Pesimpangan Penataran Ped Lan Batu Medau Banjar Adat Anyar Sari, mengatakan, pihaknya memiliki rencana untuk membuat tempat yang lebih bagus untuk lokasi batu hidup tersebut. Di Pura ini juga terdapat Pura Segara di sana juga ada batu yang seperti mata ikan. (kmb/balipost)