Bali pascapertemuan IMF-World Bank (WB) harus banyak berbenah. Dampak dari pertemuan tahun ini harus dikelola dengan pendekatan yang lebih khusus dan terarah. Manajemen pariwisata nasional pun harus berbenah. Presiden Joko Widodo mestinya berani memberikan otoritas khusus kepada Bali dalam pengelolaan pariwisata.
Bali harus segera berjuang mendapatkan otoritas pengelolaan pariwisatanya. ‘’Presiden Joko Widodo mestinya berani memberikan Bali hak orotoritas dalam melakukan manajemen kepariwisataannya,’’ ujar pengamat ekonomi dan konsultan keuangan Viraguna Bagoes oka kepada Bali Post seusai diskusi terbatas terkait Bali pascapertemuan tahunan IMF-WB di Arowana Street Warung 63, Jalan Veteran, Jumat (19/10).
Ia mengatakan perhatian yang tidak kalah pentingnya yang mestinya diberikan pemerintah pusat kepada Bali adalah sektor pendidikan berbasis karakter dan vocational training. ‘’Ini adalah salah satu fokus vital untuk Bali yang perlu mendapat perhatian serius pemimpin Bali jika ingin meningkatkan etos kerja, produktivitas dan daya saing Bali di kawasan regional jika tidak ingin investasi (Foreign Direct Investment/FDI) di bidang pariwisata berpindah ke kawasan lain di Indonesia atau negara tetangga,’’ ujarnya.
Ia mengingatkan, negara harus menyadari bahwa kini persaingan merebut investasi pariwisata dan kunjungan menjadi program strategis dan prioritas banyak negara. Walaupun saat ini Bali masih yang terbaik bukan berarti hal ini tidak akan bergeser jika manajemen pengelolaan kepariwisataan tak dibenahi,’’ jelasnya.
Viraguna Bagoes Oka mengatakan sudah saatnya pemerintah Bali minta kepada Presiden Jokowi agar Bali diberikan otoritas penuh dalam mengelola pariwisata Bali. Hal serupa diberikan pemerintah pusat kepada Labuan Bajo yang memiliki otoritas penuh pariwisatanya setelah dibukanya direct flight ke Labuan Bajo.
Jika ini dilakukan potensi devisa dari Visa on Arrival dan pemasukan pengelolaan bandara akan menjadi potensi besar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Di samping peningkatan efisiensi/produktivitas BUMD dan BPD Bali.
Ia mengatakan salah satu kekuatan Bali untuk mendapatkan otoritas khusus pengelolaan kepariwisataan ini kepemimpinan Bali dengan gubernur dan wagub yang berasal dari satu partai, PDI-P, yang dominan didukung oleh tujuh bupati yang berasal dari partai yang sama akan lebih mudah dalam penerapan konsep kepemimpinan Bali yang terpadu (one island management). “Bali harus melakukan treatment yang jelas dalam menyelamatkan ekonomi dan sektor pariwisatanya. Tanpa pendekatan khusus, satu tahun ke depan kita patut waswas bahkan waspada,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan bahwa yang patut diwaspadai dan diperhatikan adalah pesannya Jokowi bahwa “winter is coming all” terkait tiga hal utama yakni (1). Ancaman siklus 10 tahunan di 2018 ini (1998: Krisis Moneter; 2008: Krisis Mortgage USA) yang dihantui oleh debt crisis (krisis utang dan kredit macet perbankan), (2). Perang Dagang Cina vs AS yang belum mereda dan dampaknya ke pelemahan nilai tukar beberapa negara asia termasuk Indonesia yang berpotensi dapat berlanjut jika tidak diwaspadai dan dikelola secara ekstra prudent.
Sebagai rujukan, Viraguna Bagoes Oka menyitir buku berjudul ‘’Trumponomics: Inside the America First Plan to Revive Our Economy’’ yang ditulis oleh Stephen Moore, penasihat ekonomi Trump dan Arthur Laffer yang terbit belum lama ini. Buku ini mengulas kebijakan Trump dibandingkan Obama dan pendapat para begawan ekonomi Amerika.
Pada awal periode Trump, beberapa ahli, seperti Paul Krugman, pemenang Nobel Ekonomi dan kolumnis New York Times, meramalkan dalam periode Trump, ekonomi Amerika akan menderita resesi berat dan akan berpengaruh secara global.
Larry Summer, mantan Menkeu dan President Harvard University mengatakan Amerika dalam 18 bulan ke depan akan mengalami resesi. Editorial The Washington Post mengatakan kebijakan ekonomi Trump akan merusak ekonomi dunia.
Michael Hitlzik, penulis masalah ekonomi dan pemenang hadiah Pulitzer dalam The Los Angeles Times, mengatakan bahwa Trump bermimpi kalau dia mengharapkan ekonomi Amerika bisa tumbuh 3%. Semua pendapat di atas sama sekali salah dan salah.
Trump menjungkirbalikkan semua kebijakan Obama sebelumnya, padahal Obama sesumbar bahwa dia telah meletakkan dasar-dasar kebijakan bagi kebijakan Trump selanjutnya. Kebijakan Obama high taxes increase spending, serba regulasi yang bertumpu kepada peranan pemerintah. Sebaliknya Trump menempuh tax cut baik corporate bahkan sampai 21% maupun income tax deregulasi dan mengurangi peranan kebijakan pemerintah, memberikan kesempatan penuh kepada entrepreneurship dan pasar bebas untuk berperanan dan bertumbuh, seperti yang pernah ditempuh oleh Presiden JFK dan Reagan sebelumnya.
Hasilnya tahun 2018, lapangan kerja meningkat sebanyak 4 juta dan tingkat pengangguran terendah dalam 50 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi sebesar 4,2% dalam semester I 2018 dibandingkan pertumbuhan ekonomi selama masa Obama paling tinggi 2% bahkan menurun menjadi 1,5% pada tahun 2016. (Dira Arsana/balipost)