Manusia mestinya menggunakan akal sehatnya menyikapi berbagai informasi publik belakangan ini. Saran ini sudah berulang kali kita dengar, namun tetap saja korban hoax bermunculan.
Ironisnya, produk hoax justru begitu tinggi. Sebarannya juga begitu kencang, sehingga informasi palsu ini menimbulkan kepanikan. Manusia dibuat resah dan melakuan gerakan di luar nalar menyikapi informasi palsu ini.
Menekan sebaran berita hoax, semua pihak harus melakukan langkah dini. Setidaknya melakukan pencegahan dini terhadap diri untuk tidak menjadi korban hoax mestinya menjadi kesadaran personal. Disinilah pentingnya manusia tetap menggunakan logika dan kesadaran.
Jangan terlalu mudah percaya pada wacana yang dilempar ke publik. Ada banyak hal yang patut kita pertanyakan dalam diri. Hindari menelan menetah-mentah informasi tanpa melakukan cek and ricek. Kebiasaan melakukan perbandingan isu atau melakukan konfirmasi atas sebuah wacana mungkin bisa dibiasakan.
Yang jelas, hoaks sebagai produk informasi tak hanya menimbulkan kepanikan, belakangan hoax juga menjadi alat politik. Kondisi ini jelas berbahaya bagi demokrasi bangsa ini, mengingat ketika politik dikelola dengan pendekatan kebohongan, hasilnya pasti buruk.
Tugas kita ke depan adalah melakukan blokade atas peluang pihak-pihak yang berniat buruk terhadap peradaban bangsa ini dengan menyebar kebohongan. Dunia politik mestinya bebas dari pelaku hoax sehingga iklim demokrasi lebih berbudaya dan beradab.
Tanpa hoax demokrasi tentu akan mempercepat kita sampai pada tujuan demokrasi itu sendiri. Kita dalam konteks ini jangan sampai memberi ruang kepada politisi yang suka menebar hoax. Tentu akan menjadi sangat keliru jika kita memberi toleransi dan ruang menjamurnya produk hoax di negeri ini.
Ketegasan pemerintah dalam menindak pelaku hoax juga akan menjadi sangat penting. Pemerintah hendaknya tidak memberikan toleransi bagi para pihak yang dengan sengaja memproduksi dan menyebar informasi palsu kepada publik.
Terlebih produk hoax-nya menimbulkan kegaduhan serta kepanikan di tengah masyarakat. Tegas menindak kejahatan semacam ini tentu akan melindungi bangsa ini dari perilaku buruk akibat salah kelola informasi.
Dalam konteks pembentukan karakter, pemerintah harus fokus meningkatkan literasi digital kepada masyarakat, guna memerangi kabar bohong atau hoax yang beredar di media sosial hingga portal-portal berita palsu. Harapan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara, dalam menangani hoax maupun konten negatif ini tentu harus dijabarkan.
Pemerintah harus merangkul semua komponen dan berbagai kalangan lintas profesi untuk memerangi hoax. Semua lapisan masyarakat harus berpartisipasi dalam memanfaatkan media sosial secara arif, bijak dan bertanggung jawab.
Tak hanya itu, pemerintah juga fokus menata penyelenggara platform media sosial, termasuk perlu melakukan pembatasan-pembatasan akses sebagaimana diamanatkan undang-undang. Pangawasan atas media sosial dan produk-produk informasi yang banyak dilakoni oleh orang tak bertanggung jawab harus diefektifkan.
Pelibatan dewan pers untuk melakukan filter informasi dalam hal ini tentu bisa menjadi alternatif. Bangsa ini jangan sampai kalah dan tak berdaya menghadapi pelaku kejahatan di dunia informasi.
Tentu apa yang dilakukan pemerintah muaranya tetap pada diri kita sendiri. Ketika kita sadar dan menggunakan logika dalam mencermati sebuah informasi, tentu potensi kita menjadi korban hoax sangat minim. Menguasai informasi pembanding yang benar dan jelas akan menjadi filter kita untuk bisa membedakan mana hoax dan mana berita valid.
Untuk itulah budaya membaca atau gerakan literasi bisa menjadi salah satu alternatif. Makin banyak membaca informasi yang valid dari media yang kredibel akan bisa membentengi kita dari hoax. Pilih dan bacalah media-media yang kredibel sebagai rujukan agar kita tak terjebak pemikiran sesat penebar hoax.