Peneliti BaliFokus, Sonia Buftheim saat melakukan pengecekan kadar timbal dalam mainan anak pada salah satu TK di Denpasar. (BP/rin)

DENPASAR, BALIPOST.com – Mainan, bangku dan meja untuk siswa PAUD atau Taman Kanak-kanak kerap di cat warna-warna yang mencolok. Dibalik keindahan dan kesan ceria yang dimunculkan, warna-warna mencolok itu ternyata menyimpan bahaya. Terutama karena kandungan timbal (Pb) di dalam cat enamel atau cat kayu dan besi yang dipakai untuk mewarnai. Sementara cat tembok, tidak mengandung timbal.

Yayasan BaliFokus, Selasa (23/10) turun ke dua TK yang ada di Kota Denpasar untuk mengecek kandungan timbal pada mainan siswa. Hasilnya, semua mainan seperti perosotan dan ayunan yang berwarna merah, kuning, jingga, dan pink mengandung timbal diatas 90 ppm.

“Bahkan tadi ada yang warna oranye (jingga) itu 728 ppm. Artinya hampir 8 kali standar yang harusnya,” ujar Peneliti di BaliFokus, Sonia Buftheim yang memeriksa kandungan timbal menggunakan X-Ray Fluorescence.

Menurut Sonia, debu atau cat yang terkelupas bisa saja terhirup oleh anak-anak ketika bermain. Hal itu dikatakan berbahaya karena setengah waktu mereka di sekolah dihabiskan untuk bermain dengan mainan-mainan tersebut. Disisi lain, timbal juga memiliki rasa yang manis.

“Anak kecil umur 0 sampai 5 tahun kan punya kemungkinan atau kebiasaan memasukkan tangan ke dalam mulut. Nah, kebiasaan itulah yang akhirnya berbahaya karena timbal itu rasanya manis,” jelasnya.

Baca juga:  Mantan Menbudpar dan Perintis Poltekpar Bali, Gede Ardika Berpulang

Sonia menambahkan, bahaya timbal antaralain bisa menurunkan IQ, menyebabkan penyakit saraf dan autis. Dikatakan, ada banyak penelitian yang menyatakan sumber utama autis adalah logam berat tersebut. Sementara imunitas tubuh anak-anak usia 0-5 tahun masih belum berkembang dengan sempurna. Oleh karena itu, mereka lebih mudah terserang penyakit termasuk paparan timbal.

“Timbal gampang masuk ke tubuh anak-anak karena timbal bisa menggantikan fungsi kalsium. Muatan ion-nya itu sama-sama 2+. Sering sekali tubuh mengira kalsium, padahal timbal,” imbuhnya.

Selain cat, lanjut Sonia, timbal juga terkandung dalam bensin, kosmetik seperti maskara dan lipstik, dan aki. Khusus untuk timbal dalam aki, sudah pernah ada penelitian mengenai pengolahan aki bekas memang dapat menyebabkan penyakit saraf, penurunan IQ, dan autis.

Kepala Sekolah salah satu TK di Denpasar, Komang Sari mengaku memang sengaja memilih warna-warna cerah untuk mainan siswa di sekolah. Namun, pihaknya tidak tahu jika cat untuk kayu dan besi yang dipakai di TK pimpinannya ternyata mengandung timbal.

Baca juga:  Gianyar Kurangi Kirim Atlet Porprov

“Kalau memang harus diganti, kita ganti demi anak-anak. Tadi saya sudah sempat tanya cat merk apa yang harus kita pakai,” ujarnya.

Sementara ini, lanjut Sari, anak-anak akan lebih diawasi saat bermain. Selain itu, mereka juga akan diajak untuk sering-sering mencuci tangan setelah bermain. Disisi lain, pemerintah diharapkan untuk turut melakukan pengecekan kandungan cat ke semua sekolah terutama TK/PAUD seperti yang dilakukan BaliFokus.

Penasehat Senior BaliFokus, Yuyun Ismawati mengatakan, 21-27 Oktober 2018 merupakan Pekan Aksi Internasional Pencegahan Keracunan Timbal. Organisasi non pemerintah di 30 negara berkoordinasi dengan Aliansi Global untuk Penghapusan Timbal dalam Cat mendesak pemerintah agar mengadopsi undang-undang atau peraturan untuk melindungi kesehatan anak-anak. BaliFokus sudah melakukan penelitian 121 kaleng enamel cat dekoratif dari 63 merk pada 2014-2015 yang dibeli dari 5 kota di Indonesia. Kadar timbal dalam sampel cat itu dianalisa di laboratorium yang terakreditasi di Eropa.

“Sekitar 25 persen dari merk cat atau 15 dari 63 merk yang dianalisa mengandung timbal dibawah 90 ppm, angka aman yang dapat dicapai, yang direkomendasikan oleh WHO dan UNEP (Kemitraan sukarela yang dikoordinasikan oleh Program Lingkungan PBB,red),” ujarnya.

Baca juga:  Sebagian Besar Perpustakaan di SD Memprihatinkan

Menurut Yuyun, cat yang diteliti pada 2014-2015 itu mayoritas mengandung timbal lebih besar dari 600 ppm. Sementara Pemerintah Indonesia telah menetapkan standar sukarela kandungan timbal 600 ppm untuk cat berbasis pelarut organik yang dituangkan dalam SNI 8011:2014. Itu artinya, masih banyak cat yang tidak memenuhi standar baru sukarela di Indonesia. Konsentrasi timbal paling tinggi dan berbahaya mencapai 102.000 ppm yang ditemui dalam warna-warna terang seperti kuning, jingga, merah, dan hijau. Warna-warna ini banyak digunakan di TK, fasilitas-fasilitas PAUD, dan Tempat Penitipan Anak. Oleh karena itu, pemerintah harus hadir untuk melindungi masa depan 48 juta anak Indonesia usia 0-9 tahun yang beresiko tinggi terpapar timbal.

“Meski dianggap sebagai sumber paparan risiko rendah, tetapi jangka waktu paparan yang cukup lama pada usia dini akan berdampak permanen. Terutama pada perkembangan otak anak. Standar sukarela tidak bisa diandalkan. Ada kebutuhan mendesak untuk melarang produksi, penjualan dan penggunaan cat bertimbal serta penegakan peraturan,” jelasnya. (rindra/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *