Anggota DPRD Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana (kiri). (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali telah memiliki Perda tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Rippda) Provinsi Bali Tahun 2014-2029. Dari perda ini bisa dibuatkan turunan untuk memayungi otoritas khusus pariwisata Bali.

Otoritas khusus utamanya dalam kaitan menjaga pariwisata budaya Bali tetap berkelanjutan. “Menurut saya cukup dengan perda turunan dari Perda Rippda Provinsi Bali yang di dalamnya jelas terdapat pembagian-pembagian kawasan wisata dan obyek wisata,” ujar Anggota Komisi II DPRD Bali yang membidangi pariwisata, A.A. Ngurah Adhi Ardhana dikonfirmasi, Rabu (24/10).

Menurut Adhi Ardhana, setiap destinasi yang ada di Bali idealnya memiliki badan pengelola. Dalam konsep one island, one management, badan pengelola di masing-masing destinasi terintegrasi dengan badan strategis di tingkat provinsi. Inilah yang dimaksud dengan otoritas khusus dalam satu pulau, satu tata kelola.

Baca juga:  Tiang Mikro Seluler di Kawasan SDN 2 Ketewel Diminta Direlokasi

“Sehingga pengelolaan dan pengembangan sesuai dengan strategi pemberdayaan pariwisata budaya Bali yang sustainable atau berkelanjutan,” jelas Politisi PDIP asal Denpasar ini.

Adhi Ardhana tak menampik, saat ini pariwisata Bali tengah dirundung berbagai permasalahan. Mulai dari masalah wisata murah, penyalahgunaan perijinan, hingga pelanggaran Undang-undang.

Baik itu pelanggaran terkait investasi, persaingan usaha, monopoli, money laundry, maupun pelanggaran terkait Perda Jasa Usaha Perjalanan Wisata dan Jasa Pramuwisata. Namun, masalah-masalah ini juga tak lantas bisa diselesaikan dengan adanya otoritas khusus.

Baca juga:  Atasi Kelangkaan Gas Melon Jelang Galungan, Badung OP di Enam Lokasi

“Kalau terkait permasalahan-permasalahan seperti yang ada saat ini, tinggal meminta pihak penegak hukum dan penegak perda secara sungguh-sungguh menyelidiki serta membawa permasalahan pelanggaran ke meja hijau untuk pembuktian kesalahan,” jelasnya.

Adhi Ardhana menegaskan, hanya penegakan hukum tegas yang dapat memberikan efek jera. Setelah ada efek jera, barulah dapat menurunkan upaya manipulasi atau pelanggaran yang merugikan pariwisata Bali. Terutama masyarakat Bali sebagai stakeholder utama pariwisata budaya Bali.

Baca juga:  Hingga Juli, Bali Empat Kali Alami Deflasi

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Bali, A.A. Gede Yuniartha Putra berpendapat, Bali harus mempunyai otoritas khusus. Dengan demikian, pengelolaan pariwisata memiliki blue print yang tidak terpengaruh dengan politik. Hal ini diyakini akan membuat konsep one island, one management dapat berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan. “Harus ada persetujuan pusat. Bagaimana bentuknya, tentu ini harus melalui FGD yang diikuti oleh semua institusi,” ujarnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *