DENPASAR, BALIPOST.com – Keberadaan karya sastra di kalangan milenial sangat berperan dalam menumbuhkan kesadaran pentingnya pemahaman agama. Apalagi, lahirnya penulis di kalangan kampus Hindu di Indonesia akan menjadi barometer intelektual untuk meningkatkan SDM yang berkualitas dan berkarakter.
Dengan adanya karya tulis tentang agama, diharapkan terbentuk komunitas yang sadar akan pengaplikasian konsep-konsep agama Hindu, seperti Tri Hita Karana. Sehingga, karya sastra bisa menarik dan menginspirasi generasi muda era milenial seperti saat ini.
“Dalam rangkuman tulisan tentang agama Hindu, harus dijelaskan juga istilah-istilah Hindu, seperti Pandita dan Pinandita. Masyarakat masih sering keliru dengan istilah itu,”ujar Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, Wisnu Bawa Tenaya saat mengisi kongres Persatuan Penulis Hindu se-Indonesia di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Rabu (24/10).
Wisnu Bawa Tenaya mengatakan, kualitas karya sastra Hindu mesti terus ditingkatkan agar bisa menembus pembaca yang lebih luas. Misalkan dengan mencetak buku terkait karya sastra Hindu dengan alternatif bahasa internasional.
Apalagi, peluang bisnis dengan pencetakan buku yang berulang-ulang, tentu bisa mensejahterakan. “Bisa saja dicetak yang terdiri dari beberapa bahasa, agar bisa menembus akses seperti villa dan dalam pesawat terbang. Jadi WNA juga bisa baca, termasuk kitab Hindu, asal jangn merujuk SARA. Selain itu, secara teknologi karya tulis tersebut bisa dikonsep dengan digital. Sehingga mudah untuk diakses mengikuti kemajuan IT,” tandasnya.
Hal senada diungkap Ketua panitia Kongres Penulis Kampus Hindu Indonesia, Ida Bagus Jelantik. Ia menjelaskan keberadaan penulis buku Hindu sangat penting dan penulisan sastra Agama Hindu ini berlanjut dari Jawa ke Bali. Apalagi, sastra yang bernapaskan Hindu bukan karya seni belaka, melainkan karya untuk tujuan agama. “Kekawin-kekawin yang dulunya dikarang di Jawa kemudian berlanjut di Bali. Menurut penekun Bahasa Jawa Kuna, kekawin yang muncul di Bali tidak kalah kualitasnya dengan kekawin yang diciptakan di Jawa,” imbuh Jelantik.
Dengan adanya kongres yang diikuti oleh 7 kampus Hindu ini, ia berharap dijadikan ajang penulis-penulis Hindu bertemu atau bertukar pikiran, ide, maupun gagasan, sehingga muncul tulisan Agama Hindu yang semakin baik. Terlebih kemajuan penulis Hindu semakin hari semakin membaik dan mengalami peningkatan.
Sementara itu, Sekretaris Dirjen Bimas Hindu, Made Sutrisna mengatakan, munculnya generasi muda yang ikut menulis buku bernafaskan Hindu atau nyastra merupakan sebuah revitalisasi.. Sebab, kualitas karya bisa diwujudkan dengan membangkitkan budaya menulis, membaca dan mendarmawacanakan hasil karya tersebut. “Tradisi menulis sastra Hindu ini datang dari India dan berkembang saat zaman Majapahit untuk selanjutnya datang ke Bali, sehingga ada namanya tradisi nyastra,”pungkasnya. (Winatha/balipost)