DENPASAR, BALIPOST.com – Toko-toko jaringan Tiongkok di sepanjang Jl. By Pass Ngurah Rai mendadak sepi pengunjung. Terutama setelah viralnya pemberitaan mengenai pariwisata Bali dijual murah di Tiongkok lantaran disponsori oleh toko-toko itu. Tak hanya sepi pengunjung, ratusan tenaga kerja asing dari Tiongkok bahkan sudah kembali pulang ke negaranya.
“Hari ini sudah jelas diberitakan 300 orang sudah pergi dari Bali. Ngapain saja kerjanya para pengawas di Dinas Tenaga Kerja, sampai segitu banyak perusahaan mempekerjakan orang asing,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta saat ikut melakukan sidak ke tiga toko jaringan Tiongkok bersama Satpol PP Provinsi Bali, Satpol PP Kota Denpasar, Dinas Pariwisata Provinsi Bali, DPMPTSP Provinsi Bali, serta Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Kamis (25/10).
Pantauan dalam sidak, ketiga toko masing-masing satu toko pakaian dan dua toko perhiasan di Jl. By Pass Ngurah Rai tampak sepi pengunjung.
Di toko kedua, dewan dan petugas bahkan terkesan sudah disambut oleh kuasa hukum pemilik toko. Hasil sidak, semua toko mempekerjakan tenaga kerja asing selain tenaga lokal.
Menurut Parta, memang ada ketentuan yang memperbolehkan perusahaan mempekerjakan tenaga asing. Namun di toko-toko jaringan Tiongkok, mereka justru lebih banyak dipekerjakan sebagai tenaga pemasaran.
“Kita tidak tahu apa tenaga pemasaran itu memang di Indonesia tidak ada? Kenapa harus mencari tenaga kerja asing,” imbuh Politisi PDIP ini.
Parta menambahkan, pihak Imigrasi sebetulnya yang paling tahu mengenai kehadiran orang asing di Bali. Namun, Imigrasi di nilai masih lemah dalam melakukan pengawasan. Apakah orang asing itu datang untuk bekerja atau hanya menjadi wisatawan.
“Ketika yang datang berwisata 1000, yang pulang hanya 900 orang, berarti 100 orang masih di Bali yang menyalahgunakan ijin berwisata untuk bekerja. Persoalannya, Imigrasi tidak pernah serius urusan yang seperti ini,” keluhnya.
Selain tenaga kerja asing, satu dari tiga toko yang di sidak juga belum mampu menunjukkan ijin usaha. Toko perhiasan yang dulunya bekas klub malam itu diberi waktu Satpol PP Kota Denpasar hingga Jumat (26/10) ini untuk bisa menunjukkan ijin tersebut.
Sementara Parta menegaskan, toko yang tidak mempunyai ijin sebaiknya langsung ditutup untuk efek jera. Sidak-sidak juga perlu lebih diintensifkan. Dari pandangannya, cara penyelesaian kasus-kasus seperti ini masih parsial.
“Akhirnya kita menjadi pemadam kebakaran. Sementara perusakan terhadap pariwisata Bali, makin hari makin banyak terjadi. Saya khawatirnya kan pariwisata merusak pariwisata. Itu yang susah untuk diselesaikan, seharusnya jangan ditoleransi,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Parta, Bali tidak memiliki sumber daya alam seperti batubara dan minyak bumi. Hanya pariwisata yang dimiliki Bali sehingga semua orang harus merawatnya agar pariwisata bisa berjalan selamanya di Pulau Dewata.
Kepala Bidang Tramtib Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Darmadi, mengatakan, sidak kemarin merupakan yang kedua kali setelah sempat dilakukan Rabu (24/10) lalu. Seperti halnya sidak pertama, sidak kedua ini juga terkesan sudah bocor.
“Kita bicara jaringan, otomatis informasi itu tersebar. Ya berdampaklah pada tempat-tempat lain seperti yang kita kunjungi sekarang. Nyaris tidak ada turis masuk. Artinya yang berbelanja atau mampir,” ujarnya.
Kendati demikian, Rai Darmadi masih melihat sisi positifnya. Utamanya terkait pariwisata Bali dijual murah menjadi terjawab. Apalagi, wakil gubernur Bali sudah menyatakan bila pariwisata tidak hanya mengejar kuantitas tapi juga kualitas. “Jangan sampai orangnya banyak tapi tidak mempunyai kualitas, tidak berdampak pada devisa yang bisa meningkatkan PAD,” jelasnya.
Dikatakan Rai Darmadi, pihaknya tidak melarang siapapun termasuk orang asing untuk bekerja di Bali. Asalkan, mereka memenuhi ketentuan yang ada agar tidak disalahgunakan. Sementara untuk toko yang belum memiliki ijin usaha, logikanya memang belum boleh beroperasi. (rindra/balipost)