JAKARTA, BALIPOST.com – Balitbang Kementerian Perhubungan menerbitkan hasil penelitian tentang kebijakan ganjil-genap dalam upaya memecahkan persoalan kemacetan lalin. Dari penelitian, kebijakan ini tidak cocok untuk diterapkan secara permanen.
Sebab, terjadk penambahan volume kendaraan. “Kalau diberlakukan permanen secara resmi, pasti orang mencari cara lain, yaitu beli mobil baru atau bekas itu potensinya 30 persen bisa ganjil atau genap,” kata Kepala Balitbang Kemenhub Sugihardjo saat merilis haail penelitian “Evaluasi Penerapan Kebijakan Ganjil-Genap di Wilayah Jabodetabek” di Jakarta, Kamis (25/10).
Sugihardjo merinci responden lainnya mengatakan apabila kebijakan ganjil-genap diberlakukan secara permanen, 40 persen tidak akan membeli mobil baru dan 30 persen lainnya masih ragu-ragu. Ia menuturkan, kebijakan ganjil-genap memang mengurangi kemacetan di jalan-jalan yang diterapkan, namun kemacetan tersebut bukan hilang, melainkan beralih ke ruas-ruas jalan yang tidak terkena ganjil-genap.
Sementara itu, lanjut dia, 90 persen masyarakat tidak setuju kebijakan ganjl-genap diterapkan saat akhir pekan. Ini sudah sejalan dengan kebijakan Pemda DKI Jakarta dan sesuai harapan masyarakat.
Sementara itu, apabila diberlakukan selama 24 jam seperti pada saat Asian Games, penolakan mencapai 60 persen. “Sebagian masyarakat mendorong penerapan hanya di jam-jam puncak pagi dan sore saja,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihantono menilai ganjil-genap bukanlah solusi “sapu jagad” untuk semua permasalahan kemacetan lalu lintas Ibu Kota. “Kita tidak bisa menyelesaikan semua prmasalahan dengan ganjil-genap karena semua terusik, tapi bukannya pindah ke angkutan umum, kenapa malah ke roda dua,” katanya.
Untuk itu, Bambang mengatakan salah satu solusi jangka panjang adalah penerapan jalan berbayar (ERP). Penerapannya direncanakan mulai pada 2019. (Nikson/balipost)